Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Yudho Winarto
Ketua RW 12 Kelurahan Jatinegara, Irianto Garah menceritakan, pemanfaatan biogas baru berjalan dua tahun belakangan. Digester yang dapat memuat 25 kilogram (kg) sampah organik perharinya merupakan pemberian PT Pamapersada Nusantara.
“Setiap hari warga membantu menyetorkan sampah hasil pilah dapur berupa sisa makanan seperti nasi dan sayuran yang kemudian dimasukkan ke dalam mesin biogas. Kita menerima sampah dari seluruh warga tidak terbatas pada 15 KK pengguna biogas saja,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (18/12).
Pemanfaatan biogas di kawasan urban diakui Irianto tidak banyak mengalami tantangan. Soal lahan pun bukan jadi hambatan. Pasalnya, digester yang digunakan saat ini tidak terlalu besar. Di sisi lain, warga yang memanfaatkan biogas dapat menghemat penggunaan LPG hingga dua tabung setiap bulannya.
Meski dampak positif sudah konkret dirasakan, program ini tidak bisa serta-merta diperluas karena lagi-lagi terkendala pendanaan. Satu unit digester membutuhkan investasi sekitar Rp 25 juta.
Padahal potensi biogas di RW012 sangat besar di mana terdapat 3.673 KK yang setiap harinya menghasilkan sampah rumah tangga. Melihat kondisi ini, warga RW012 berencana secara mandiri mengumpulkan kas berjalan dalam Program Kampung Iklim (Proklim) demi menambah mesin digester.
Di sisi lain, Irianto terus melakukan pendekatan ke perusahaan swasta yang ada di sekitar untuk memajukan program biogas di RW012 Kelurahan Jatinegara. “Kami berharap dapat menambah dua unit sampai tiga unit lagi kalau bisa di tahun depan,” ujarnya.
Kepala Divisi Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL), Fajri Fadhillah menyanyangkan biogas ini baru dimanfaatkan skala kecil di rumah tangga.
Baca Juga: Memacu Energi Ramah Agar Masa Depan Tetap Cerah
“Padahal timbulan sampah organik 50% dari rumah tangga. Namun masih banyak sampah organik yang berakhir di Tempat Pembuangan Akhir,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (18/12).
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), total timbulan sampah di 2023 sebesar 13,07 juta ton pertahun yang didominasi oleh sampah organik, khususnya sampah sisa makanan yang mencapai 41,5%.
Kurang lebih 44,3% dari sampah tersebut bersumber dari rumah tangga.
Selain itu, sampah organik juga merupakan kontributor terbesar dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca jika tidak terkelola dengan baik.
Berdasarkan data KLHK 2022, sebanyak 65,83% sampah di Indonesia masih diangkut lalu dibuang ke landfill.
Tumpukan sampah itu akan menghasilkan gas metana yang memperaparah krisis iklim lantaran metana lebih memerangkap panas di atmosfer dibanding karbon dioksida.
Di sinilah peran pemerintah daerah sangat krusial untuk memastikan sampah organik bisa selesai diolah langsung di sumbernya. Namun sayang, Fajri belum melihat komitmen serius dari pemerintah dalam pengelolaan sampah rumah tangga menjadi biogas maupun produk lain.