kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Realisasi mandatori perluasan B20 terganjal distribusi


Rabu, 19 September 2018 / 21:33 WIB
Realisasi mandatori perluasan B20 terganjal distribusi
ILUSTRASI. Pengisian Biodiesel B20 di TBBM Pertamina


Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Realisasi aturan mandatori perluasan biodiesel 20 (B20) terhambat kendala teknis pada sisi distribusi. Tapi pengusaha biofuel optimistis keadaan tersebut dapat diatasi karena masalah bukan pada sisi hulu produsen.

Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menjelaskan sejumlah kendala yang pihaknya temui baru-baru ini adalah terkait distribusi bahan campuran biodiesel ke lokasi pengolahan.

"Misalnya, kapal suplai kita yang dimiliki salah satu anggota kandas karena sungai Musi turun, di Medan kapal harus antre masuk sekitar 5-6 hari di pelabuhan karena memang semua kapal harus antre," kata Paulus saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (19/9).

Walau tidak merinci produsen maupun penyerap yang terlibat, Paulus menyatakan saat kejadian kapal berhenti layar di sungai Musi baru-baru ini, perusahaan segera mengirim kapal lain untuk memompa muatan ke kapal kedua, tapi pengiriman memang jadi terlambat.

Ada juga kejadian dimana Purchasing Order yang diterima produsen biofuel tiba pada hari Sabtu sehingga baru bisa diproses pada hari Senin.

Kemudian proses terbit izin dari Bea Cukai untuk kawasan berikat yang seharusnya bisa kelar dalam sehari berkat sistem filling elektronik, sejatinya tetap butuh beberapa hari sebelum terbit.

Sebelumnya, Aprobi memang telah memprediksi distribusi akan menjadi kendala utama dalam realisasi aturan perluasan B20 ini, pihaknya juga berharap stakeholder terkait dapat mempermudah pengiriman kargo biofuel yang mereka kirim.

Apalagi sesuai Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 41 Tahun 2018, terdapat sanksi administratif berupa denda sebesar Rp 6.000,00 per liter bila terjadi keterlambatan kirim atau tidak mencampur bahan-bahan tersebut.

Namun, dalam Pasal 24 aturan yang sama menyatakan, bila dalam hasil penilaian pengawasan dan evaluasi ditemukan pelaksanaan tidak sesuai penugasan, dikarenakan keadaan kahar (force majeure), BU BBM dan, atau, BU BBN tidak dikenai sanksi administratif.

Menanggapi ini, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Rida Mulyana menyatakan pihaknya akan terus mempelajari penyebab terjadinya kendala sebelum melayangkan denda.

"Kami sedang menginventaris kendala yang masih ada dalam supply chain Fatty acid methyl esters (FAME), besok Kamis kami akan rutin melakukan monitoring evaluation," kata dia.

Menurutnya salah satu topik yang akan dibahas mencakup kendala antre kapal di pelabuhan dan kandas kapal di sungai Musi.




TERBARU

[X]
×