Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan pengembang kawasan industri telah mengungkap realisasi prapenjualan atawa marketing sales hingga September 2025.
Ambil contoh PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS). Emiten pengembang kawasan modern terpadu Kota Deltamas ini meraih marketing sales senilai Rp 626,4 miliar hingga September 2025. Capaian ini hanya mengambil porsi 35% dari target tahun 2025 sebesar Rp 1,81 triliun.
Raihan ini didapat dari penjualan lahan industri seluas 18 hektar dengan sektor Data Center dan FMCG sebagai kontributor utamanya.
Selain itu, terdapat pula penjualan lahan pada sektor komersial seluas 0,7 hektar dan penjualan sektor hunian berupa rumah tapak.
Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan DMAS, Tondy Suwanto menyatakan, ketidakpastian ekonomi global, dinamika geopolitik, serta kebijakan tarif resiprokal internasional, turut menurunkan minat investasi dari investor asing.
Selain itu, situasi politik di Indonesia pada kuartal ketiga tahun ini turut berkontribusi pada sikap wait and see dari investor asing.
“Adanya kejadian luar biasa di Jakarta serta reshuffle kabinet pada pemerintahan di kuartal ketiga ini telah mengakibatkan penundaan transaksi investasi untuk sementara waktu,” ungkap Tondy, dalam keterangan resminya, Jumat (24/10/2025).
Baca Juga: HKI: Prospek Bisnis Kawasan Industri Cerah pada Tahun 2026, Ini Penopangnya
Di sisi lain, PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) mencatat realisasi prapenjualan atau marketing sales sebesar Rp 2,92 triliun.
Raihan tersebut mencakup 83% dari target yang dipasang perseroan tahun 2025, yakni sebesar Rp 3,5 triliun. Bila dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, jumlah tersebut meningkat 22% secara tahunan (year on year/YoY) yakni dari Rp 2,4 triliun.
“Pertumbuhan ini menunjukkan minat investor dan permintaan lahan industri yang tetap kuat, baik di Cikarang maupun Kendal,” ujar Muljadi Suganda, Corporate Secretary KIJA, kepada Kontan.
Muljadi merinci, penjualan lahan terbesar disumbang oleh kawasan industri Kendal, Jawa Tengah, dengan capaian sebesar Rp Rp 2,02 triliun. Ini didapat dari penjualan lahan industri kepada perusahaan di sektor ban, bahan bangunan, dan furnitur.
Sementara itu, penjualan Rp 896 miliar didapat dari lahan Cikarang, Jawa Barat. Jumlah tersebut merupakan kombinasi pendapatan dari prapenjualan lahan dan bangunan industri, properti residensial, dan komersial, khususnya dari sektor data center dan personal care.
Menurut Muljadi, salah satu faktor pendorong kenaikan tersebut ialah adanya stabilitas makroekonomi domestik. Selain itu, posisi strategis kawasan industri Jababeka juga status kawasan Kendal sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) turut mendukung pertumbuhan tersebut.
Sebab, kawasan industri Jababeka memiliki infrastruktur lengkap dan ekosistem kawasan terpadu, sementara Kendal sebagai KEK memungkinkannya untuk meraup keran insentif dan kemudahan investasi yang dibuka oleh pemerintah.
Demi mendongkrak prapenjualan kawasan industri, KIJA akan terus fokus mengembangkan infrastruktur, peningkatan layanan kawasan, dan promosi investasi terarah.
“Manajemen optimistis dapat mencapai target marketing sales Rp 3,5 triliun, seiring berlanjutnya permintaan lahan industri yang kuat,” bidik Muljadi.
Setali tiga uang, DMAS juga akan mengupayakan layanan terbaik bagi konsumen dengan telah beroperasinya Security, Fire, and Command Center sebagai bentuk inovasi di bidang digital.
Perseroan juga terus meningkatkan fasilitas infrastruktur dan kemudahan akses pada Kota Deltamas untuk mendorong kinerjanya.
“Penambahan akses tol baru JakartaCikampek (Japek) II tepatnya di Km 31, adalah upaya perwujudan Kota Deltamas sebagai sebuah kawasan terpadu modern ramah lingkungan dan sebagai pusat aktivitas regional di timur Jakarta,” katanya.
Baca Juga: Krakatau Steel (KRAS) Genjot Kawasan Industri, KSP Tarik Investor Asing
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI), Akhmad Maruf optimistis, bisnis kawasan industri domestik akan kembali stabil pada tahun 2026 didukung oleh sejumlah faktor.
Pertama, munculnya gelombang investasi data center dan teknologi kecerdasan buatan. Hal ini menandai perubahan besar pada bisnis kawasan industri yang tak lagi hanya menampung pabrik, melainkan juga pusat data dan fasilitas digital berteknologi tinggi.
Kedua, industri makanan-minuman, otomotif, dan logistik.
“Naiknya konsumsi masyarakat dan berkembangnya e-commerce mendorong kebutuhan gudang, pusat distribusi, dan pabrik berskala menengah,” terang Akhmad.
Ketiga, pemerintah juga terus mempercepat penyederhanaan perizinan, sehingga bila proses perizinan cepat dan biaya rendah, maka minat investasi otomatis akan meningkat.
Tak lupa, tren energi hijau juga dilihat Akhmad semakin kuat. Menurutnya, banyak perusahaan internasional kini hanya ingin berinvestasi di kawasan yang memiliki akses ke energi terbarukan.
“Karena itu, kawasan industri yang mulai bertransformasi menjadi kawasan ramah lingkungan akan memiliki daya tarik lebih tinggi,” ujarnya.
Meski dihadapi perkara kontaminasi radionuklida Cesium 137 (Cs-137) di Kawasan Industri Modern Cikande, HKI yakin isu tersebut tak akan memengaruhi laju bisnis kawasan industri secara berkepanjangan. Terlebih, saat ini pemerintah sudah turun tangan.
Para pelaku bisnis juga tak perlu cemas, sebab reformasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang diatur melalui Permenperin No. 35 Tahun 2025 juga diperkirakan akan menjadi faktor positif tambahan.
“Perubahan kebijakan ini membawa pendekatan baru yang lebih murah, mudah, cepat, sehingga memberikan kemudahan bagi pelaku industri untuk memenuhi dan meningkatkan nilai TKDN produk mereka,” tandasnya.
Selanjutnya: Harga Minyak Merosot, Dipicu Kekhawatiran Kelebihan Pasokan dan Penguatan Dolar AS
Menarik Dibaca: Hujan Lebat dan Angin Kencang, Cek Peringatan Dini Cuaca Besok (5/11) di Jabodetabek
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













