Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andriah Feby Misna mengungkap hingga Juli 2025, realisasi kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap telah mencapai 538 megawatt peak (MWp).
Peningkatan permintaan pengajuan pemasangan PLTS atap menurut Andriah tahun ini mengalami peningkatan, ditandai dengan antrean pengajuan kepada Kementerian ESDM.
Dengan kapasitas terpasang selama 7 bulan pertama tahun ini, Kementerian ESDM menurutnya membidik kapasitas terpasang PLTS atap bisa mencapai 1.000 MWp atau 1 gigawatt peak (GWp) pada akhir tahun.
"Harapan kami di tahun ini untuk PLTS atap mencapai 1 GW," ungkapnya, dalam Media Briefing Indonesia Solar Summit 2025, dikutip Rabu (03/09/2025).
Di sisi lain, saat ini Kementerian ESDM tengah menyusun regulasi untuk pengembangan energi terbarukan, di antaranya rancangan revisi Peraturan Presiden No.112/2022 dan Permen ESDM tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Operasi Paralel.
"Kami mendorong partisipasi pemerintah daerah dalam pengembangan energi terbarukan di antaranya dengan menyelaraskan tata ruang wilayah untuk mendukung investasi PLTS, menjadi mediator dalam isu pembebasan lahan, mengalokasikan APBD untuk proyek PLTS di bangunan pemerintah dan publik, serta memberikan insentif untuk pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan, Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan berdasarkan pemetaan pertumbuhan PLTS di Indonesia, dari total 916 MW kapasitas PLTS terpasang di Indonesia per akhir 2024, sebagian besar disumbang oleh PLTS skala besar.
Baca Juga: Target PLTS 100 GW untuk Kopdes Merah Putih Berimbas Positif ke Industri Panel Surya
Namun, ia menilai ada tren baru di mana PLTS terdistribusi seperti PLTS atap, terutama dari sektor industri berkontribusi signifikan pada tahun 2024, dengan penambahan kapasitas lebih dari 100 MW.
“PLTS captive atau PLTS yang digunakan untuk sektor industri menjadi faktor yang meningkatkan daya saing industri Indonesia di pasar global. Dilihat dari perkembangannya, wilayah usaha (wilus) telah meningkat tiga kali lipat sejak 2017 sehingga menjadi peluang besar bagi pemasangan PLTS captive. Pemerintah perlu meningkatkan transparansi dalam perencanaan sistem, data, dan perizinan, misalnya melalui aplikasi,” jelas Alvin.
Lebih jauh, Alvin mengungkapkan proyek ekspor listrik energi terbarukan 3,4 GW ke Singapura dapat menjadi peluang memperkuat rantai pasok dalam negeri dengan TKDN 60 persen. Untuk itu, pemerintah perlu menetapkan dasar hukum untuk menegaskan peran PLN dalam proyek tersebut.
Baca Juga: Indika Energy Tambah Portofolio EBT lewat PLTS di Kaltim, Kapasitas Capai 360 kW
Ditinjau dari sisi rantai pasok PLTS, estimasi kapasitas produksi modul surya Indonesia mencapai 11,7 GWp per tahun, dengan beberapa produsen Tier-1 juga telah berinvestasi di Indonesia.
Penyerapan kapasitas produksi ini perlu ditingkatkan, salah satunya konsistensi permintaan dalam negeri melalui proyek skala utilitas. Selain itu, saat ini harga modul lokal relatif lebih mahal 30-40 persen dibandingkan impor, sehingga perlu dibantu dengan insentif seperti pembebasan bea masuk bahan baku.
“Untuk mendorong investasi pada rantai pasok, maka penting untuk memastikan adanya permintaan dalam negeri yang konsisten. Selain itu, pemerintah perlu menyiapkan strategi agar aturan TKDN tetap mampu menarik investasi sambil tetap melindungi industri lokal,” ungkap Alvin.
Baca Juga: Permintaan Sistem PLTS Melonjak di 2024, SUN Energy Percepat Transformasi di 2025
Selanjutnya: Penyaluran Kredit Manufaktur BCA Capai Rp 205,2 Triliun per Juni 2025
Menarik Dibaca: Kenapa Sunscreen Menggumpal? Ini 6 Penyebab Sunscreen Pilling yang Harus Diketahui
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News