kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rencana besar Inalum sebagai induk holding tambang


Rabu, 06 Desember 2017 / 21:12 WIB
Rencana besar Inalum sebagai induk holding tambang


Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - KUALA TANJUNG. PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) memiliki rencana besar pasca terbentuknya holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tambang. Bersama dengan anggota holding, perusahaan ini akan bersinergi melakukan hilirisasi, meningkatkan kapasitas produksi dan mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku.

Untuk hilirisasi, Inalum berencana untuk memproduksi produk aluminium yang memiliki nilai tambah. Selama ini, hanya memproduksi aluminium batangan dalam tiga jenis produk yaitu Inglot, alloy dan billet.

Direktur Umum dan Sumber Daya Manusia Inalum, Carry EF Mumbunan mengatakan, banyak potensi pengembangan di hilirisasi yang bisa dilakukan perusahaan, contohnya kebutuhan velg mobil dan kebutuhan roket.

"Toyota berencana buat 200.000 velg mobil yang membutuhkan aluminium, ini sedang kami jajaki ke sana. Kemudian militer juga datang ke kami untuk mengkaji di PT Dahana untuk produksi isi roket dengan menggunakan aluminium, " jelas Carry di Kuala Tanjung, Selasa (5/12).

Dengan pengembangan di sektor hilirisasi tersebut, lanjut Carry maka potensi pertumbuhan bisnis Inalum ke depan akan semakin besar. Lebih lanjut, Carry mengatakan, saat ini kapasitas produksi Inalum masih 260.000 ton per tahun dan ditargetkan bisa mencapai 500.000 ton pada tahun 2020 dan 1 juta ton pada 2025.

Namun, untuk mencapai target tersebut ada kendala yang dihadapi perusahaan ini dalam pengadaan sumber energi yang murah dan bahan baku. Maklum, dalam memproduksi aluminium membutuhkan banyak sumber daya energi listrik. Sementara bahan baku berupa alumina juga masih diimpor dari Australia dan India.

Untuk bisa mencapai target tersebut, Inalum bersama anggota holding tambang akan bersinergi untuk menghadapi kendala tersebut. Langkah yang akan dilakukan adalah membangun pembangkit listrik dan membangun pabrik pengolahan bauksit menjadi alumina.

Bahan baku aluminium yaitu alumina sebetulnya diolah dari bauksit. Sementara di Indonesia sumber daya alam berupa bauksit sangat besar terutama di Kalimantan dan diekspor ke luar negeri dengan harga yang cukup murah yaitu sekitar US$ 20-US$ 30 per ton. Padahal harga alumina selama ini diimpor Inalum dengan  harga sekitar US$ 350 per ton.

Untuk memproduksi satu ton Alumina dibutuhkan dua ton bauksit. Sementara untuk memproduksi satu ton aluminium diperlukan dua ton alumina.

Pabrik Bauksit

Oleh karena itu, Inalum berencana membangun pabrik pengolahan bauksit di Kalimantan Barat bekerja sama dengan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dengan kapasitas produksi 1 juta ton per tahun.

Mohammad Rozak, General Manager HRD Inalum mengatakan, saat ini rencana pembangunan smelter tersebut masih dalam proses feasibility study pendanaan. "Itu investasinya diperkirakan mencapai US$ 670 juta. Rencananya akan dibangun dalam. satu atau dua tahun ke depan, " kata Rozak.

Dengan beroperasinya pabrik pengolahan bauksit tersebut, Rozak yakin Inalum tidak akan tergantung lagi pada impor dan potensi pertumbuhan pendapatan perusahaan ke depan akan semakin besar. Maklum, harga aluminium saat ini mencapai US$ 2.100 per ton saat ini.

Sementara dari sisi kebutuhan energi, Inalum berencana mencari cara bagaimana untuk mendapatkan pasokan listrik dengan harga murah. Pasalnya, dalam memproduksi aluminium memang sangat boros energi.

PLTU

Carry mengatakan, saat ini pihaknya sedang menjajaki membangun pembangkit listrik di Kuala Tanjung dan di mulut-mulut tambang bersinergi dengan PTBA. Inalum memang tengah mengkaji membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 2x350 MW di Kuala Tanjung. Namun hingga saat ini masih terkendala terkait amdal.

" Ini masih kami kaji mana yang paling bagus. Tapi kita memang membutuhkan sumber listrik yang murah agar bisa bersaing, " kata Carry.

Saat ini, pasokan listrik untuk memproduksi Aluminium di Pabrik Inalum di Kuala Tanjung masih berasal dari dua Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Paritohan, Toba Samosir yaitu PLTA Tangga dan PLTA Sigura-gura dengan kapasitas 600 MW. Listrik dari sana dialirkan dengan jaringan transmisi sepanjang 170 kilometer (km).

Dermaga pelabuhan

Sementara untuk mengantisipasi pertumbuhan kapasitas produksi dan pengembangan industri hilir ke depan, Inalum akan mengembangkan dermaga pelabuhan yang dimiliki perusahaan di Kuala Tanjung.

Inalum akan memperluas dermaga seluas 200 meter. Carry mengatakan investasi yang disiapkan untuk itu sebesar US$60 juta

Rencananya, pengembangan pelabuhan itu akan dimulai pada 2018 mendatang dan diharapkan dapat menampung kapal besar seperti kapal berukuran 60 GT.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×