Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Renegosiasi kontrak antara pemerintah dengan perusahaan pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) masih terus berlangsung. Sampai sekarang, masih ada 12 PKP2B yang belum bersedia menggelar penandatanganan memorandum of understanding (MoU) amandemen kontrak.
Nah, perusahaan yang paling sulit diajak renegosiasi dan masih enggan menganggukkan kepala untuk mengubah isi kontraknya yaitu BHP Billiton Ltd. Perusahaan yang bermarkas di Australia ini memiliki tujuh anak usaha PKP2B.
"BHP Billiton belum selesai renegosiasinya. Karena mereka menginginkan divestasi 40% saham sedangkan kami tetap menginginkan 51%," kata Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ketika jumpa pers di kantornya, Selasa (6/1).
Adapun ketujuh anak usaha BHP Billiton yaitu PT Ratah Coal, PT Juloi Coal, PT Lahai Coal, PT Pari Coal, PT Sumber Barito Coal, PT Kalteng Coal, dan PT Maruwai Coal.
Sukhyar bilang, BHP Billiton meminta divestasi 40% karena dalam rencana kerjanya akan membangun pabrik pencampuran batubara (blending) untuk mendapatkan kualitas batubara dengan kalori tertentu. "Kami tidak bisa berikan, kalau mereka sepakat isu divestasi ini mungkin lima poin renegosiasi akan cepat selesai," katanya.
Selain tujuh anak usaha BPH Billiton, masih ada lima perusahaan PKP2B lainnya yang masih belum bersedia menandatangani MoU amandemen kontrak. Yaitu, PT Delta Mining Corporation, PT Karya Bumi Baratama, PT Barasentosa Lestari, PT Nusantara Termal Coal, dan Kalimantan Energi Lestari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News