kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.907.000   -4.000   -0,21%
  • USD/IDR 16.212   -17,00   -0,10%
  • IDX 6.865   -12,86   -0,19%
  • KOMPAS100 999   -3,55   -0,35%
  • LQ45 764   -2,07   -0,27%
  • ISSI 226   -1,00   -0,44%
  • IDX30 393   -1,12   -0,29%
  • IDXHIDIV20 455   -0,68   -0,15%
  • IDX80 112   -0,32   -0,28%
  • IDXV30 114   0,03   0,02%
  • IDXQ30 127   -0,74   -0,58%

RKAB Mau Diubah Jadi Per Tahun, Pengusaha Soroti Dampak Investasi Industri Nikel


Jumat, 04 Juli 2025 / 09:34 WIB
RKAB Mau Diubah Jadi Per Tahun, Pengusaha Soroti Dampak Investasi Industri Nikel
ILUSTRASI. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menanggapi rencana pemerintah untuk mengembalikan masa persetujuan RKAB dari tiga jadi satu tahun.


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menanggapi terkait rencana pemerintah untuk mengembalikan masa persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) dari tiga tahun menjadi satu tahun.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey menilai langkah ini perlu dikaji ulang dari aspek efisiensi waktu, biaya, dan kapasitas evaluasi pemerintah.

Meidy menjelaskan, saat ini terdapat lebih dari 4.100 izin perusahaan pertambangan (3.996 IUP, 15 IUPK, 31 KK, 58 PKP2B) aktif di seluruh Indonesia. Jika masa RKAB kembali menjadi 1 tahun, maka ribuan perusahaan harus mengajukan persetujuan setiap tahun.

"Hal ini menimbulkan pertanyaan: Bagaimana mengevaluasi ribuan dokumen secara tepat waktu tanpa menghambat investasi, produksi, dan kontribusi industri tambang bagi perekonomian nasional?," kata Meidy dalam keterangan resmi, Kamis (3/7).

Baca Juga: Bahlil: Kementerian ESDM Buka Peluang Ubah RKAB Mineral dan Batubara Jadi Tahunan

Lebih lanjut, Meidy bilang bahwa RKAB tiga tahun telah terbukti memberikan kepastian usaha dan efisiensi bagi pemerintah maupun perusahaan.

APNI pun memberikan beberapa masukkan konstruktif, di antaranya, pertama, pertahankan RKAB tiga tahun: sistem ini tidak perlu diubah kembali menjadi satu tahun. Kepastian jangka menengah sangat vital bagi perencanaan investasi dan operasional perusahaan.

Kedua, tingkatkan pengawasan berbasis realisasi. Pemerintah dapat memperkuat evaluasi output realisasi produksi tahunan untuk memastikan kesesuaian antara target RKAB dengan permintaan riil pasar domestik dan global. Ini lebih efektif daripada mengubah periode RKAB.

Ketiga, menghapus revisi volume semester akhir. Sistem penyesuaian RKAB di akhir tahun berjalan sebaiknya dihentikan. Gantikan dengan mekanisme penyesuaian berbasis realisasi output tahunan untuk mencegah proyeksi berlebihan (over-optimistic) dan memungkinkan pemantauan yang lebih terukur.

Keempat, perkuat implementasi Permen ESDM No. 10/2023:. Peraturan yang sudah mengatur RKAB 3 tahun ini tidak perlu diubah. Fokus harus pada penguatan pengawasan untuk menjamin produksi sesuai ketentuan regulasi.

Kelima, evaluasi Kepmen ESDM No. 84/2023. Ketentuan produksi tidak boleh melebihi kapasitas tertinggi dalam Studi Kelayakan (Feasibility Study) perlu ditinjau ulang.

Pasalnya, aturan ini berpotensi mendorong perusahaan mengajukan kenaikan produksi secara agresif, berisiko menyebabkan overproduction bijih nikel – terutama saat permintaan smelter domestik stagnan atau menurun akibat pelemahan harga global dan kenaikan biaya produksi.

"APNI meyakini kebijakan yang konsisten, berbasis data, dan melibatkan stakeholders industri akan menjaga kepastian usaha, mendorong efisiensi, serta memastikan kontribusi optimal sektor tambang nikel bagi devisa dan hilirisasi nasional," ungkap Meidy.

Menurut Meidy, seringnya perubahan peraturan dan inkonsistensi kebijakan membawa ketidakpastian bagi investor. Hal ini menyulitkan pelaku usaha menyusun rencana investasi, pengembangan usaha, serta kepastian pasokan untuk hilirisasi nasional.

Untuk itu, kata Meidy, APNI mendorong pemerintah untuk menjaga konsistensi regulasi untuk kepastian hukum dan iklim investasi, membatasi perubahan kebijakan hanya pada hal yang sangat mendesak dan berbasis data, melibatkan asosiasi dan pelaku industri dalam penyusunan perubahan kebijakan agar sesuai kondisi lapangan.

Asal tahu saja, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyetujui usulan Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk mengevaluasi aturan pengajuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) bagi pemegang izin pertambangan mineral dan batubara.

DPR mengusulkan mengembalikan masa berlaku RKAB menjadi satu tahun dari sebelumnya berlaku selama tiga tahun. Peninjauan dilakukan dengan menyelaraskan kondisi pasar sehingga menjaga keseimbangan antara produksi, kebutuhan industri, dan stabilitas harga. Hal ini dilakukan untuk mengatasi dampak negatif terhadap harga komoditas dan penerimaan negara.

"Tata kelola pertambangan harus diperbaiki, baik komoditi batubara maupun mineral. Khususnya untuk komoditas batubara harganya saat ini sedang anjlok akibat kelebihan pasokan," kata Bahlil saat Rapat Kerja dengan Komisi XII DPR RI, Rabu (2/7).

Baca Juga: Kementerian ESDM Buka Peluang Ubah RKAB Mineral dan Batubara Jadi Tahunan

Selanjutnya: Promo HokBen dengan BSI 4 Juli 2025, Diskon 50% hingga Rp 25.000 Hari Ini

Menarik Dibaca: Ariston Berusaha Jaring Pasar Peminat Efisiensi Energi RT di IndoBuildTech

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×