Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah pakar menilai pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis untuk merestrukturisasi utang yang membebani BUMN anggota konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), menyusul komitmen Presiden RI Prabowo Subianto untuk mengambil alih sebagian utang proyek Kereta Cepat Whoosh Jakarta–Bandung.
Meski Prabowo menilai kondisi keuangan proyek “tidak ada masalah”, para ahli mengingatkan bahwa beban utang yang ditanggung PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) tetap menjadi persoalan serius.
Baca Juga: Pemerintah Perkuat Strategi P4GN Menangkis Bahaya Narkoba
WIKA, misalnya, telah menggelontorkan modal konstruksi sekitar Rp5,9 triliun yang hingga kini belum dibayarkan, ditambah setoran modal Rp6,1 triliun, sehingga memperberat posisi keuangannya.
Struktur Proyek Dinilai Jadi Sumber Masalah
Pengamat BUMN Toto Pranoto menilai akar persoalan terletak pada struktur proyek yang membuat KAI menanggung beban ganda: sebagai operator kereta dan sekaligus operator prasarana.
Padahal, Undang-Undang Perkeretaapian Nomor 23 Tahun 2007 memungkinkan pemisahan peran operator dan penyelenggara infrastruktur.
Menurut Toto, jika dana APBN digunakan, mestinya pemerintah mempertimbangkan pembentukan BUMN baru khusus pengelola prasarana kereta api.
Baca Juga: Kemendagri Minta Daerah Percepat Penegasan Batas Desa
Dengan demikian, beban investasi infrastruktur dapat dikeluarkan dari struktur biaya KAI.
“Langkah ini krusial untuk menjaga keberlanjutan keuangan BUMN-BUMN yang terlibat dalam PSBI,” ujarnya melalui keterangannya Jumat (21/11/2025).
Utang Komersial Dinilai Terlalu Berat
Sementara itu, pengamat pasar modal Universitas Indonesia Budi Frensidy menekankan pentingnya restrukturisasi utang secara menyeluruh.
Ia menilai tidak adil jika beban finansial diserahkan sepenuhnya kepada KAI dan WIKA, yang akan kesulitan menutup bunga utang komersial sekitar Rp2 triliun per tahun, dengan total utang yang membengkak akibat cost overrun dan suku bunga komersial sekitar 3,2 persen.
Baca Juga: KAI Hadirkan Diskon Tiket 30% untuk 182 KA Selama Nataru 2025/2026
“Pemerintah perlu segera melakukan pengurangan pokok utang dan menurunkan suku bunga menjadi di bawah 1 persen. Negara seperti Jepang bisa memberikan bunga serendah 0,1 persen untuk proyek kereta cepat melalui skema government-to-government (G to G),” jelasnya.
Tanpa langkah ini, lanjut Budi, rasio utang WIKA yang sudah tinggi dapat terus memburuk, dan KAI juga berpotensi mengalami tekanan serupa.
Pandangan tersebut sejalan dengan penyampaian Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito dalam paparan publik pada Rabu (12/11).
Ia mengungkapkan bahwa proyek Kereta Cepat Whoosh memberikan tekanan signifikan terhadap kondisi keuangan perseroan.
WIKA memiliki porsi kepemilikan 32 persen dalam proyek melalui investasi senilai Rp6,1 triliun.
Baca Juga: KPPU Menyoroti Tiga Area Risiko Pelanggaran dalam Praktik Usaha
Namun, sejak beroperasi, pendapatan tiket masih jauh dari proyeksi awal sehingga menimbulkan kerugian yang ikut dibukukan WIKA.
Selain itu, WIKA masih bersengketa dengan PT KCIC terkait tagihan pengerjaan konstruksi sebesar Rp5,9 triliun. Apabila tidak terselesaikan, WIKA berpotensi menelan kerugian besar.
Meski demikian, Agung optimistis bahwa pengambilalihan porsi investasi BUMN oleh pemerintah akan berdampak positif bagi kinerja keuangan WIKA ke depan.
Selanjutnya: Pemerintah Perkuat Strategi P4GN Menangkis Bahaya Narkoba
Menarik Dibaca: Jadwal Australian Open 2025 Semifinal: 7 Wakil Indonesia Berlaga, Segel 1 Tiket Final
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













