kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Revisi baku mutu emisi bisa memberatkan PLTU baru


Kamis, 08 Februari 2018 / 21:05 WIB
Revisi baku mutu emisi bisa memberatkan PLTU baru
ILUSTRASI. STRUKTUR BAJA BOILER PLTU


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (PermenLH) No. 21 tahun 2008 tentang Baku Mutu Emisi (BME) Bagi Emisi Tidak Bergerak Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Termal akan direvisi.

Namun, perubahan aturan itu ditakutkan akan menggangu percepatan megaproyek ketenagalistrikan 35.000 Megawatt (MW), khususnya bagi PLTU yang baru akan dibangun.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Listrik Swasta Indonesia (APLSI), Ali Herman Ibrahim mengkhawatiran batasan BME melalui draft yang sudah ia terima akan memberatkan bagi PLTU yang akan baru dibangun.

Maka dari itu, Independent Power Producer (IPP) atau perusahaan listrik swasta meminta supaya KLH harus dapat menyampaikan asal muasal angka yang akan diterapkan dalam draft tersebut.

“Karena ini akan berpengaruh terhadap biaya pembangunan, dilihat dari situasi yang berubah. Juga berdampak kepada harga jual listrik,” terangnya kepada Kontan.co.id, Kamis (8/2).

Namun sayangnya, sampai saat ini pihaknya belum diajak berdiskusi atas akan direvisinya PermenLH itu. Ia berharap, pemerintah berinisiatif mengajak para perusahaan swasta pengembang PLTU untuk berdiskusi menemui jalan keluar.

Asal tahu saja, menurut draft dari Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan yang diterima oleh KONTAN, ada tiga parameter yang akan diterapkan sesuai dengan usia pembangkit.

Pertama, untuk pembangkit yang beroperasi sebelum Desember 2008. Rinciannya; Sulfur Dioksida (SO2) mencapai 550 miligram per meter kubik (mg/Nm3), Nitrogen Oksidanya (NOx) mencapai 500 mg/Nm3 dan Total Partikulat (NP) 75 mg/Nm3, serta Merkuri (Hg) 0,03 mg/Nm3.

Lalu kedua, parameter jenis PLTU yang beroperasi setelah Januari 2009 – 31 Desember 2020. Klasifikasinya SO2 400 mg/Nm3), NOx 300 mg/Nm3, PMnya 50 mg/Nm3 dan Hg 0,03 mg/Nm3.

Nah sedangkan untuk yang ketiga, bagi PLTU yang beroperasi setelah Januari 2021. Rinciannya: SO2 100 mg/Nm3, NOx 100 mg/Nm3, PM 30 mg/Nm3 dan Hg 0,03 mg/Nm2.

“Semua parameter dikoreksi dengan O2 sebesar 7% untuk bahan bakar batubara,” sebut draft yang diterima KONTAN itu.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Andy Noorsama Sommeng mengatakan, perubahan BME saat ini masih diproses perubahannya oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Adapun pihaknya setuju bila ada perubahan.

“Kalau ada perubahan tujuannya memang untuk kebaikan, untuk mengontrol emisi,” terangnya di Kampus Universitas Indonesia, Kamis (8/2).

Jika ada perubahan BME maka tidak akan berpengaruh terhadap pembangungan PLTU. Pasalnya saat ini teknologi yang ada sekarang sudah banyak yang provent untuk PLTU batubara.

Yang terpenting, kata Andy, dalam PLTU batubara cukup memasang control emission monitoring system, maka hal itu tidak akan berpengaruh atas kebijakan yang keluar.

Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur, Bali dan Nusa Tenggara, Djoko Rahardjo Abu Manan mengatakan masih belum mengetahui detail rencana perubahan BME itu. “Yang jelas, pembangkit itu tentunya punya hitung-hitungan ekonomi dalam Bahan Mutu Emisi,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×