kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Revisi Permen ESDM PLTS Atap Hampir Selesai, Pelaku Usaha Masih Belum Puas


Jumat, 19 Mei 2023 / 15:46 WIB
Revisi Permen ESDM PLTS Atap Hampir Selesai, Pelaku Usaha Masih Belum Puas
ILUSTRASI. Pelaku usaha PLTS Atap yang tergabung dalam Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menyatakan belum cukup puas terhadap sejumlah peraturan yang direvisi dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku usaha PLTS Atap yang tergabung dalam Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) menyatakan belum cukup puas terhadap sejumlah peraturan yang direvisi dalam Peraturan Menteri (Permen) Nomor 26 Tahun 2021 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap.

Padahal saat ini peraturan ini sudah berada dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa menjelaskan secara keseluruhan perubahan Permen ESDM No 49 Tahun 2021 tidak ideal untuk pengembangan PLTS Atap di Indonesia.

“Walaupun tidak sepenuhnya menghambat tapi perubahan ini berpotensi memperlambat pertumbuhan PLTS Atap yang bisa jadi andalan pemerintah mencapai target bauran energi terbarukan 23% di 2025 dan 34% di 2030 sesuai target Just Energy Transition Partnership (JETP),” jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (19/5).

Baca Juga: Menteri ESDM: Revisi Permen PLTS Atap Berpotensi Dorong Bauran EBT

Adapun AESI menyoroti dua poin revisi yang dinilai cukup memberatkan pelaku usaha.

Pertama, kapasitas PLTS Atap yang sebelumnya dibatasi 100% daya langganan, ke depannya tidak diberikan batasan sepanjang mengikuti kuota pengembangan PLTS Atap. Kuota ini akan disusun oleh pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTLU) dan ditetapkan oleh Kementerian ESDM.

Fabby menjelaskan, kuota kapasitas bisa menjadi hambatan untuk percepatan penambahan PLTS Atap jika tidak dikelola secara transparan dan diikuti dengan rencana perluasan jaringan dan kapasitas gardu oleh pemilik IUPTLU.

“Rencana perluasan jaringan dan kapasitas gardu ini diperlukan supaya kuota tidak penuh dan mandek,” ujarnya.

Oleh karena itu perlu ada ketentuan dalam revisi Permen PLTS Atap bahwa persetujuan dari pemerintah (regulator) harus mensyaratkan pemilik IUPTLU menyampaikan usulan kuota dibarengi dengan rencana penambahan kapasitas gardu dan trafo untuk interkoneksi dengan PLTS Atap setiap tahun untuk 5 tahun mendatang.

Dengan demikian, bagi konsumen ada kepastian bahwa mereka bisa mendapatkan izin dan kuota jaringan sudah penuh tidak jadi alasan penolakan.

Poin kedua yang juga disoroti AESI ialah nilai kelebihan energi listrik  dari sistem PLTS Atap Pelanggan ke Jaringan Pemegang IUPTLU ke depannya tidak diperhitungkan.

Menurut Fabby, mengenai kelebihan listrik dari PLTS Atap yang ditransfer ke jaringan PLN tidak diperhitungkan sebagai pengurang tagihan listrik, akan mempengaruhi keekonomian PLTS Atap.

“Ini dapat membuat keekonomian PLTS Atap skala kecil untuk rumah tangga menjadi kurang menarik, tapi masih cukup menarik untuk industri dan bisnis yang memasang PLTS dengan order ratusan kW atau di atas MW,” terangnya.

Pada intinya AESI melihat revisi Permen ini merupakan upaya pemerintah mengakomodasi kepentingan PLN untuk mengatasi kelebihan listrik (over capacity). Dikhawatirkan PLTS Atap akan berdampak pada kehandalan sistem kelistrikan, kualitas pelayanan pelanggan, serta kenaikan biaya sistem kelistrikan. Hal ini tentu akan berdampak pada kenaikan tarif atau subsidi yang diberikan oleh Kementerian Keuangan.

“Dalam hal ini Kementerian ESDM berusaha mengakomodasi berbagai kepentingan yang ada,” ujar Fabby.

Selain itu, ada satu poin revisi peraturan yang juga menjadi sorotan pelaku usaha mengenai permohonan menjadi Pelanggan PLTS Atap ke depannya dilakukan pada periode yang lebih teratur yaitu bulan Januari dan Juli.

Chief Commercial Officer (CCO) SUN Energy, Dionpius Jefferson menjelaskan jika pelanggan hanya boleh mengajukan permohonan pemasnagan PLTS Atap di dua bulan tertentu dalam satu tahun bisa berdampak pada keterlambatan konstruksi.

“Hal ini akan semakin lambatnya mencapai target Net Zero Emission 2060,” terangnya.

AESI berharap setelah revisi Permen ESDM PLTS Atap tidak ada lagi alasan-alasan PLN untuk mempersulit izin PLTS Atap. Pihaknya juga meminta agar maksimal 1 bulan setelah peraturan ini disahkan, kuota per sub-sistem sudah disetujui dan diumumkan.

Kemudian proses perizinan secara transparan berbasis digital dan sesuai merit (first come first serve) sudah diberlakukan.

AESI juga meminta ada tim independen yang juga berisi wakil AESI dan asosiasi lain yang relevan untuk mengawasi pelaksanaan aturan ini.

Baca Juga: Simak Kabar Terbaru Revisi Permen ESDM PLTS Atap

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×