Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BEKASI. Berdasarkan data CB Insight, beberapa investor telah menyuntikkan dana kepada Gojek hingga mampu menyandang status decacorn, yang bervaluasi US$ 10 miliar atau setara dengan Rp 142 triliun. Hal ini membuat valuasi Gojek 14 kali lipat dari kapitalisasi pasar maskapai Garuda Indonesia yang berada di angka Rp 11,07 triliun.
Lantas, mengapa valuasi Gojek lebih besar dibanding Garuda, padahal Garuda memiliki 142 pesawat dan aset senilai US$ 4,5 miliar. Sementara Gojek tak memiliki satu pun motor untuk mengoperasikan bisnisnya.
Baca Juga: Saham Garuda (GIAA) terbang tinggi, ini penyebabnya
Akademisi dan Guru Besar Universitas Indonesia Rhenald Kasali mengatakan, valuasi Gojek lebih besar karena analisis bisnis di era digital sudah berubah. Saat ini, aset tak lagi tangible seperti yang dimiliki Garuda Indonesia. Ada aset intangible yang tak bisa diukur dan dicatat pada balance sheet akuntansi seperti yang dimiliki Gojek.
"Gojek tak punya satu pun motor, tapi valuasinya melebihi Garuda. Apa asetnya? Intangible, bentuknya seperti brand, skill, inovasi, dan keterampilan yang akhirnya menciptakan platform berbasis ekosistem," kata Rhenald Kasali di Jatiwarna, Bekasi, Selasa (13/8).
Baca Juga: Setelah terbang tinggi, saham Garuda terjungkal
Adapun aset intangible adalah aset yang tidak bisa dijamin perbankan, tapi melekat di diri seseorang ataupun pelaku usaha, yaitu keterampilan, inovasi, ide, dan sebagainya. Meski tak bisa dicatat dengan metode akuntansi, aset ini justru memang digunakan pada bisnis dalam era digital.
"Hal inilah yang menyebabkan teori bisnis lama menjadi usang dan model bisnis tak lagi relevan di era digital," kata Rhenald.