kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

RKAB tidak sesuai berisiko buka jalan untuk penambangan timah ilegal


Kamis, 04 Maret 2021 / 06:55 WIB
RKAB tidak sesuai berisiko buka jalan untuk penambangan timah ilegal
ILUSTRASI. Sejumlah penambang inkonvensional mencuci pasir timah


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keprihatinan BUMN Holding Industri Pertambangan MIND ID (Mining Industry Indonesia) akan kondisi industri timah di Tanah Air, menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI), Jabin Sufianto berawal dari Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang tidak sesuai. Kondisi tersebut berisiko membuka jalan bagi aktivitas penambangan ilegal.

Alhasil, Jabin menambahkan kalau yang terjadi saat ini produksi PT Timah mengalami penurunan, padahal dalam RKAB mereka volume produksi dari tahun ke tahun masih sama, atau bahkan sempat berencana menambah produksi.

"PT Timah kan penguasa area tambang terbesar, (kalau produksi turun) ini barometer, indikasi adanya kebocoran dan mereka (PT Timah) yang juga member AETI mengeluh mengenai ini," ungkap Jabin kepada Kontan.co.id, Rabu (3/3).

Baca Juga: AETI: Perdirjen Kemendag tak lagi mengharuskan verifikasi asal bijih timah

Ditambah lagi, jika sebelumnya surveyor wajib melakukan verifikasi sumber bijih Timah, kini lewat Perdirjen Kemendag itu tidak diperlukan lagi. Sehingga, kondisi tersebut dipandang Jabin cukup rentan terhadap risiko adanya pertambangan ilegal.

Beberapa kasus yang sempat dia temukan menunjukkan, tidak ada pengecekan lagi atas penerbitan RKAB yang diterbitkan dari provinsi. Bahkan, RKAB yang harusnya adalah rencana kerja tahunan saat ada RKAB yang terbit di September, justru sudah bisa mendapatkan Persetujuan Ekspor (PE) untuk satu tahun yang mana sumber cadangannya patut untuk dipertanyakan

RKAB saat hanya dinilai dari Competent Indonesia (CPI) Pelaporan Estimasi Sumber Daya dan Estimasi Cadangan (PHC). Padahal, sebelumnya untuk disetujui RKAB harus memiliki verifikasi dari CPI Pelaporan Hasil Eksplorasi (PHE) dan CPI PHC. Selain itu, Jabin menilai masih dibutuhkan penambahan CPI sekitar 3-5 CPI PHC.

"Mungkin verifikasi tersebut bisa dihadirkan kembali. Dimana, RKAB 2021 masih ada yang diterbitkan dari provinsi yang menunjukkan ada kekurangan CPI PHC," tambahnya.

Ke depan, Jabin juga merekomendasikan Kementerian ESDM pusat untuk melakukan pengajuan PE, serta meninjau kembali RKAB yang tidak sesuai aturan. Penerapan sanksi tegas bagi CPI pelanggar juga perlu dilakukan.

"Minimal harus dibekukan sementara izinnya sampai sesuai dengan aturan yang ada. Mereka yang kurang lengkap boleh ekspor, kami yang menghargai aturan justru tidak bisa ekspor," tandasnya.

Ditanya lebih lanjut terkait keprihatinan akan kondisi industri Timah Tanah Air, CEO Grup MIND ID, Orias Petrus Moedak menyampaikan, untuk menghasilkan neraca cadangan perlu ada kegiatan pendahuluan yang tidak mudah. Itu sesuai ketentuan yang mencakup adanya kegiatan eksplorasi dan lainnya, yang mana membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit.

"Banyak pihak terkait dalam proses sejak tambang sampai menjadi logam timah dan diekspor. Salah satu syaratnya adalah tersedianya neraca cadangan yang divalidasi oleh pendapat Competent Person," jelasnya kepada Kontan, Rabu (3/3).

Baca Juga: MIND ID memandang industri timah masih memprihatinkan

Adapun SVP Corporate Secretary PT Inalum Persero Holding Industri Pertambangan Ratih Amri menjelaskan, pemberlakuan CPI bertujuan untuk pengaturan tata kelola industri timah ke arah yang lebih baik.

Tidak hanya menyangkut industrinya saja, melainkan juga terkait dengan pola pertambangan yang baik hingga tanggung jawab pemilik konsesi terhadap lingkungan.

Dia menambahkan kalau CPI melakukan verifikasi sesuai data eksplorasi, dengan mengacu kepada aturan dan menjunjung tinggi kode etik.

"Kami berharap CPI melakukan verifikasi sesuai dengan aturan dan kode etik tersebut. Kami menyoroti sejauh mana keselarasan antara aktivitas operasional para pelaku usaha, Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang diterbitkan dan ketentuan tentang verifikasi cadangan oleh CPI," ungkap Ratih kepada Kontan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×