Reporter: Muhammad Julian | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dikabarkan akan melarang ataupun membatasi peredaran rokok elektrik atau electronic nicotine delivery system (ENDS) dengan melarang penggunaan perisa rasa pada rokok elektrik.
Caranya, pemerintah rencananya akan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif Berupa Tembakau bagi Kesehatan ataupun dalam bentuk peraturan lainnya.
Baca Juga: Kemenkes: Pengguna rokok elektrik terbanyak ada pada kelompok usia sekolah
Alasannya, penggunaan rokok elektrik diduga memiliki dampak yang buruk bagi kesehatan. Terlebih, terdapat dugaan kuat bahwa terjadi peningkatan penggunaan rokok elektrik oleh anak berusia 10-18 tahun dari yang semula 1,2% menjadi 10,9% dalam dua tahun terakhir.
Selain itu, liquid atau essens rokok elektrik juga diduga kerap disalahgunakan dengan cara dicampur Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA).
Menanggapi hal tersebut, Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto mengatakan pihaknya menolak keras wacana pelarangan maupun pembatasan peredaran rokok elektrik. Dalam hal ini, Aryo mempertanyakan dasar kajian pemerintah yang menyatakan dampak bahaya dari penggunaan rokok elektrik.
“Sekarang posisinya kajian yang dibuat pemerintah kan belum ada. Itu yang kita tunggu, kalau memang ada kajiannya buka ke publik, atau bikin kajiannya bareng kita biar kami agar kajiannya bisa divalidasi bersama,” ujar Aryo kepada Kontan.co.id (11/11).
Baca Juga: Tiba-tiba, rokok elektrik bakal dilarang, kenapa?
Aryo mengakui bahwa rokok elektrik tidak 100% aman bagi tubuh manusia. Meski begitu, APVI berkeyakinan bahwa rokok elektrik relatif lebih aman untuk digunakan ketimbang rokok konvensional. Oleh karenanya, APVI menilai penggunaan rokok elektrik bisa dijadikan sebagai pilihan alternatif bagi perokok konvensional yang ingin memulai hidup lebih sehat.
Dalam memperkuat argumen di atas, Aryo mengutip data Lembaga Kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan Inggris, Public Health England (PHE) yang menyatakan bahwa rokok elektrik 95% lebih aman untuk digunakan dibanding rokok konvensional.
Selain itu, Aryo mengatakan bahwa pihaknya juga telah melakukan kajian mandiri dengan cara melakukan scan atau foto toraks untuk membandingkan kondisi paru-paru pengguna rokok elektrik dengan rokok konvensional. Hasilnya, asosiasi menyimpulkan bahwa paru-paru pengguna rokok elektrik memiliki kondisi yang lebih sehat dibanding perokok konvensional.
Selain itu, Aryo juga mempertanyakan temuan pemerintah yang menyimpulkan adanya kenaikan penggunaan rokok elektrik oleh anak berusia 10-18 tahun dari yang semula 1,2% menjadi 10,9% dalam dua tahun terakhir.
Pasalnya, data internal yang dimiliki oleh asosiasi menunjukkan bahwa mayoritas pembeli rokok elektrik masih berasal dari pengguna berusia 20-30 tahun. Sisanya, pembeli rokok elektrik lebih banyak berasal dari pengguna yang berusia 18-23 tahun. Sementara itu, pembeli berusia di bawah 18 tahun berada di bawah 10% dari total pembeli.
Sementara itu, perihal penyalahgunaan essens atau liquid rokok elektrik, Aryo menilai bahwa pelarangan atau pembatasan rokok elektrik bukan merupakan solusi yang tepat untuk menekan angka peredaran NAPZA.
Baca Juga: Kemenko PMK: Regulasi Vape ditargetkan rampung akhir 2020
Aryo mengatakan bahwa, rokok elektrik sejatinya hanyalah merupakan alat yang bisa disalahgunakan untuk mengedarkan NAPZA sama halnya dengan benda-benda lain seperti misalnya botol mineral maupun rokok konvensional.
“Yang masalah itu kan sebenarnya kenapa narkobanya itu bisa ada di Indonesia, kalau narkobanya tidak ada juga tidak mungkin dipakai di sini” tutur Aryo kepada Kontan.co.id (11/11).
Meski demikian, Aryo mengatakan bahwa risiko penyalahgunaan ataupun penjualan rokok elektrik kepada anak di bawah umur tidak luput dari perhatian asosiasi. Oleh karenanya, APVI secara aktif terus melakukan pengawasan dalam bentuk inspeksi secara acak atau random checking serta menyediakan layanan hotline pengaduan.
Pada tahapan selanjutnya, aduan soal penjualan rokok elektrik terhadap anak di bawah umur akan ditindaklanjuti oleh asosiasi dengan cara menegur store yang bersangkutan. Sementara itu, aduan seperti penggunaan liquid ilegal ataupun penyalahgunaan NAPZA akan diteruskan ke pihak yang berwenang seperti misalnya Bea Cukai ataupun Kepolisian.
Di sisi lain, Aryo mengatakan bahwa bisnis rokok elektrik memiliki potensi yang baik bagi perekonomian. Sepanjang November - Desember tahun lalu saja, Aryo mencatat bahwa sumbangan cukai yang berasal dari rokok elektrik mencapai Rp 103 miliar. Sementara itu, sumbangan cukai rokok elektrik sepanjang Januari - Agustus mencapai Rp 503 miliar.
Angka ini menurut Aryo berpotensi terus mengalami pertumbuhan menimbang potensi pertumbuhan dari bisnis rokok elektrik. Kalau dilihat dari jumlahnya, Aryo mencatat bahwa pengguna aktif rokok elektrik mencapai sekitar 800.000 pengguna pada tahun lalu.
Baca Juga: Pengusaha Rokok dan Tembakau Tolak Revisi PP 109/2012
Jumlah ini selanjutnya meningkat hampir dua kali lipat menjadi sekitar 1,5 juta hingga 1,6 juta pengguna per Agustus tahun ini. Angka ini diprediksi terus bertumbuh apabila regulasi yang ada di dalam negeri tidak menghambat industri rokok elektrik.
Tidak hanya itu, Aryo juga mengatakan bahwa rokok elektrik memiliki potensi yang besar untuk menarik investasi asing dari luar. Pasalnya, Ia mengaku telah menerima laporan berbagai investor asing dari Cina, Hongkong, Singapura dan Malaysia yang menyatakan ketertarikannya untuk berinvestasi pada industri rokok elektrik di Indonesia.
Menurut keterangan Aryo, sebagian besar investor yang mengaku tertarik untuk berinvestasi berasal dari Cina dan Hongkong. Bentuk investasinya antara lain seperti pembangunan fasilitas produksi perangkat rokok elektrik, dan lain-lain.
Sayangnya, kondisi yang kurang kondusif agaknya masih menahan komitmen para investor ini untuk merealisasikan rencana mereka. “Mereka masih wait and see, melihat perkembangan regulasi yang ada,” kata Aryo (11/11).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News