kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rokok elektrik perlu diatur untuk melindungi konsumen


Selasa, 09 Maret 2021 / 21:10 WIB
Rokok elektrik perlu diatur untuk melindungi konsumen
ILUSTRASI. Rokok elektrik RELX


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku industri sangat mendukung penyusunan peraturan seputar rokok elektrik di Indonesia. Melalui payung hukum diharapkan dapat menjernihkan kesalahpahaman vape dan membantu perokok memahami alternatif yang tersedia.

“RELX sangat mendukung semua rencana Pemerintah untuk mengatur rokok elektrik, regulasi ini harus didasarkan pada temuan ilmiah internasional tentang produk yang sudah beredar,” ujar Yudhistira Eka Saputra, General Manager RELX International Indonesia dalam keterangannya, Selasa (9/3).

Menurut Yudhistira, regulasi ini diharapkan mampu melindungi konsumen dari produk berkualitas rendah dan produk yang belum teruji keamanannya.

“Selain melindungi konsumen, regulasi ini tentunya akan mendorong para pelaku industri untuk menghasilkan produk terbaik dan mengedepankan kualitas serta keamanan,” imbuh Yudhistira.

Baca Juga: RELX pastikan produk vapenya tidak diakses pelanggan di bawah umur

Yudhistira juga menambahkan bahwa komitmen terhadap kualitas sangat dijunjung tinggi oleh perusahaan.

“Produk RELX menggabungkan teknologi-teknologi inovatif yang tidak hanya sesuai, tetapi juga dapat melampaui standar internasional seperti standar AFNOR XP D90-300-3 Prancis, yang telah diakui secara global,” ujarnya.

Terlepas dari bentuk regulasi yang akan dikeluarkan Pemerintah, Yudhistira berharap Pemerintah bisa melibatkan pelaku industri dalam proses konsultasi perumusan peraturan.

Keterlibatan para pelaku industri diharapkan dapat membantu Pemerintah memahami produk dan juga memastikan bahwa regulasi yang akan dikeluarkan efektif dan seksama.

“RELX siap terlibat dalam pembuatan regulasi ini. Kami berharap pemerintah tidak hanya mengatur cukai tapi juga kualitas, keamanan, serta akses produk. Idealnya semua aspek harus diatur,” imbuhnya.

Salah satu perhatian utama yang disoroti oleh laporan Public Health England adalah kesalahpahaman tentang rokok elektrik yang telah mencegah orang beralih ke produk yang tidak terlalu berbahaya.

Karenanya, pemerintah harus berusaha lebih untuk meningkatkan kesadaran tentang profil bahaya rokok elektrik yang lebih sedikit dibandingkan dengan rokok tradisional, sehingga perokok dewasa dapat membuat keputusan yang tepat tentang pilihan mereka untuk beralih ke rokok elektrik.

Dalam laporannya, Public Health England juga menemukan bahwa rokok elektrik atau vape merupakan alat yang paling populer untuk berhenti merokok.

Baca Juga: Keamanan Konsumen, standardisasi dibutuhkan untuk industri vape Indonesia

Studi penelitian ini menyatakan bahwa 27,2% masyarakat menggunakan produk vape dalam upaya mereka untuk berhenti merokok, sedangkan 15,5% masyarakat lainnya mereka menggunakan Terapi Penggantian Nikotin (NRT) seperti gums and patches (mengunyah permen/tembakau). Lebih sedikit dari itu, hanya 2,7% dari perokok mencari resep untuk NRT tersebut.

Telah dilakukan sebuah penelitian yang cukup besar mengenai keefektifan rokok elektrik sebagai alat pengganti rokok, yang hasilnya terbukti sangat menjanjikan.

Di samping itu persepsi publik mengenai rokok elektrik meningkat cukup pesat, dikarenakan tersedianya pengetahuan dan banyaknya negara yang mulai mengadopsi rokok elektrik sebagai bagian dari strategi berhenti merokok nasional.

Penggunaan rokok elektrik di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Namun, regulasi yang mengatur produk ini masih sebatas peraturan cukai yang diatur dalam PMK 156/2018 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Pelaksana Tugas Direktur Hutan Industri dan Hasil Perkebunan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Edy Sutopo mengaku hanya mengatur pajak vape dan rokok elektrik. “Ya, yang telah diatur adalah pajak melalui PMK,” ujar Edy Sutopo beberapa waktu lalu.

Saat ini, Kemenperin tengah menyiapkan aturan standar (SNI) yang rencananya rampung pada tahun ini.  “Lainnya terkait aspek kesehatan, cukai, periklanan, dan lain-lain, kewenangannya ada pada kementerian lainnya,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×