kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Rokok ilegal dikhawatirkan bakal makin subur akibat kenaikan cukai


Senin, 25 Januari 2021 / 16:31 WIB
Rokok ilegal dikhawatirkan bakal makin subur akibat kenaikan cukai
ILUSTRASI. Ilustrasi rokok. REUTERS/Ann Wang


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi

Enny mengatakan kenaikan CHT korelasinya dengan rokok ilegal tidak hanya dialami oleh Indonesia. Di Malaysia peredaran rokok ilegal ketika terjadi kenaikan cukai yang eksesif, maka kenaikan rokok ilegalnya semakin tinggi. Tapi bila kenaikan cukainya tidak terlalu eksesif, maka peredaran rokok ilegalnya juga tidak terlalu tinggi. “Di Malaysia, kerugiannya sampai 2016 kalau dikonversi ke rupiah sekitar 13 triliun,” imbuhnya.

Demikian juga di Pakistan. Dari 2013 sampai 2016 sebesar 87% karena kenaikan cukainya lebih tinggi 2 kali angka inflasi. Artinya kalau kita kenaikan cukai 12,5% inflasi 2%, itu berapa kali lipat dari inflasi.

“Di Pakistan saja dengan kenaikan 2-4 kali lipat dari inflasi sudah berpotensi meningkatkan rokok ilegal, dan selisih antara rokok legal dan ilegal semakin besar sehingga kerugiannya 24,6 miliar rupe atau sekitar Rp 3 triliun,” tegasnya.

Baca Juga: Sri Mulyani: Jatah laba pemerintah dari LPI bisa lebih dari 30%

Enny melakukan simulasi terkait kerugian negara dari rokok ilegal. Di Indonesia kerugian negara akibat peredaran rokok ilegal jika 2% saja, maka kerugian negaranya mencapai 1,75 triliun. Kalau 5% kerugiannya 4,38 triliun. Kalaupun minimal peredaran rokok ilegal ini bisa ditekan sampai 4% maka kerugiannya hampir 5 triliun.

Sementara, anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno menilai bahwa kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang dilakukan pemerintah di tahun 2021 merupakan hal yang lumrah. Sepanjang kenaikan tersebut disesuaikan dengan kondisi daya beli masyarakat saat ini. 

Hanya saja, kata dia, bilamana kenaikan tersebut tidak berpijak pada kondisi riil yang ada atau untuk kepentingan lain, maka hal itu justru akan kontraproduktif.

"Kenaikan yang wajar dapat diterima oleh pelaku industri. Kenaikan yang wajar harusnya pada kisaran tingkat inflasi. Bila dipakai dasar lain, seperti hasrat menambal defisit APBN, ini akan memperberat beban industri dalam menghadapi kesulitan yang sekarang sedang dihadapi akibat pandemi dan resesi," ujar Hendrawan. 

Selanjutnya: Pemerintah dirikan LPI, ini tujuannya menurut Sri Mulyani

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×