kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Royalti akan naik, pengusaha merasa terjebak


Kamis, 20 Februari 2014 / 15:10 WIB
Royalti akan naik, pengusaha merasa terjebak
ILUSTRASI. Petugas Costumer Service melayani nasabah di Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN) Jakarta, Senin (22/10). /pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/22/10/2018.


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Kalangan pengusaha batubara khususnya pemegang konsesi izin usaha pertambangan (IUP) merasa terjebak dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif royalti. Sebab, investasi yang terlanjur dikeluarkan pengusaha dihitung berdasarkan tarif royalti yang diatur dalam PP Nomor 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Supriatna Sahala, Direktur Eksekutif Asosasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengatakan, lahirnya PP Nomor 9/2012 yang menetapkan tarif royalti IUP batubara sebesar 3% hingga 7% dari harga jual, sejatinya bertujuan untuk mendorong tumbuhnya investasi dari kalangan pengusaha lokal di sektor pertambangan batubara. "Dulu, kami di minta berinvestasi dengan insentif berupa royalti yang rendah, maka banyaklah para pengusaha yang mengenjot kegiatan operasi tambangnya," kata dia, Kamis (20/2).

Kini, setelah para pengusaha mengucurkan belanja modal untuk pembangunan fasilitas produksi, pemerintah justru menaikkan tarif royalti yang nilainya sama dengan perusahaan pemegang konsesi perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B), yakni sebesar 13,5% dari harga jual.

Menurut Supriatna, hal tersebut dirasa tidak adil karena kebanyakan PKP2B mempunyai cadangan batubara dengan kalori tinggi, sedangkan IUP justru kebanyakan rendah sehingga perlu insentif. "Setelah pengusaha merampungkan fasilitas produksi, kok pemerintah malah menaikkan tarif royalti, ini kan namanya kami dijebak," katanya.

Alhasil, dengan adanya kenaikan tarif royalti ini pengusaha akan sulit mengambil kebijakan korporasi, apalagi harga jual komoditas masih terpuruk. Supriatna bilang, pengusaha batubara akan sulit melanjutkan kegiatan operasional karena membengkaknya biaya produksi setelah kenaikan royalti, sedangkan untuk menutup usahanya pengusaha justru belum mampu meraih pengembalian dana investasi.

Sebelumnya, R Sukhyar, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, pihaknya telah merampungkan uzulan untuk merevisi PP Nomor 9/2012. Di mana, pemerintah akan menyamakan pengenaan tarif royalti baik IUP maupun PKP2B menjadi sebesar 13,5%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×