Sumber: Antara | Editor: Adi Wikanto
Palangkaraya. Asosiasi pengusaha dan petani kelapa sawit Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) siap menindak tegas anggotanya yang melanggar kode etik. Hal itu terutama terkait perusakan lingkungan dan satwa.
Direktur RSPO Indonesia, Tiur Rumondang di Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah mengatakan, setiap anggota RSPO terutama petani wajib menaati kode etik yang telah ditetapkan. "Jika tidak dilaksanakan ada sanksi seperti penghentian sementara keanggotaannya. Atau jika di-suspend tidak memperbaiki performance bisa dikeluarkan," kata Tiur, Senin (1/5).
Berdasarkan data, sertifikasi RSPO di Kalimantan Tengah sampai Maret 2017, luas lahan sawit bersertifikat RSPO ialah 415.861 ha. Area nilai konservasi tinggi Set aside High Conservation Value area mencapai 27.584 ha.
Untuk jumlah pabrik kelapa sawit bersertifikat RSPO tercatat 30 pabrik, sementara jumlah perusahaan anggota RSPO bersertifikat RSPO di Kalimantan Tengah terdata 14 perusahaan (grup).
Dari sisi Petani kemitraan (Plasma), luas lahan sawit petani bersertifikat RSPO seluas 1.073 ha dan jumlah petani kelapa sawit bersertifikat RSPO sebanyak 941 petani.
Pihaknya pun berharap seluruh perusahaan yang tergabung dalam RSPO dapat bekerjasama terlebih anggota di dalamnya terdiri dari berbagai sektor.
Pernyataan itu diungkapkan Tiur di sela acara kunjungan RSPO, bersama petinggi PT Sawit Sumbermas Sarana (PT SSMS) Tbk dan Yayasan Borneo Orangutan Survival Fondation (BOSF) di Pulau Salat, Kabupaten Pulang Pisau, yang merupakan salah satu tempat prapelepasliaran orang utan.
"Kegiatan ini untuk melihat langsung program tersebut di lapangan. Kita angkat agar diketahui publik bagaimana kepedulian perusahaan sawit dalam pengelolaan lingkungan," katanya.
CEO PT SSMS, Vallauthan Subraminam mengatakan, masih banyak peluang yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan pemanfaatan hutan untuk pelestarian orang utan.
"Ini bentuk kepedulian perusahaan kita, untuk berbuat bagi kelestarian lingkungan supaya dapat terpelihara hingga masa yang akan datang," katanya.
CEO Yayasan BOSF, Jamartin Sihite berharap perusahaan lain yang ada di Kalimantan dan Kalimantan Tengah juga semakin terlibat aktif dalam pelestarian orang utan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News