kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,33   -18,40   -1.99%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rupiah loyo, pebisnis mal masih tahan tarif sewa


Rabu, 18 Maret 2015 / 06:51 WIB
Rupiah loyo, pebisnis mal masih tahan tarif sewa
ILUSTRASI. Film Paddington dan beragam judul film anak-anak lainnya yang diadaptasi dari kisah dongeng populer.


Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Kendati nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar Amerika Serikat (AS) terus terpuruk, pengelola pusat belanja atau mal belum berencana mengerek tarif sewa. Mereka beralasan, sampai saat ini, belum ada dampak signifikan dari efek pelemahan rupiah.

Handaka Santosa, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) bilang, pengaruh langsung pelemahan rupiah terhadap biaya operasional mal tidak terlalu besar. Alhasil, tak ada alasan bagi pebisnis mal menaikkan tarif.

Selain itu, pengelola mal tak bisa menaikkan tarif sewa seenaknya saja lantaran  mereka sudah terkait kontrak jangka waktu tertentu dengan pihak penyewa. 

Saat nilai tukar rupiah sedang anjlok seperti yang terjadi saat ini, pengelola pusat belanja biasanya menerima pengaruh tidak langsung. Pengaruh tak langsung itu terjadi jika peritel atau menyewa mal menaikkan harga jual produk atau jasanya. "Jika peritel atau penyewa menaikkan harga jual produk atau jasa, daya beli masyarakat bisa turun, sehingga bisnis mal bisa terganggu," jelas Handaka kepada KONTAN, Selasa (17/3).

Mantan Chief Executive Officer (CEO) Senayan City ini menjelaskan, beruntung saat ini belum banyak peritel yang menaikkan harga jual produk atau jasanya. Alasan mereka adalah, sebagian masih menyimpan stok, baik itu stok produk lokal maupun stok produk impor. 

Namun, Handaka memproyeksikan, peritel bisa saja menaikkan harga jual produknya mulai bulan depan, saat stok barang mereka sudah menipis atau habis. Adapun soal adanya pengelola mal yang mematok tarif sewa dengan mata uang dollar AS, hal tersebut dianggap Handaka sebagai daya tarik belaka. 

Handaka menilai, walaupun tarif sewa mal dipatok memakai dollar AS, namun proses transaksi antara pengelola dan penyewa mal tetap dalam rupiah. Adapun patokan nilai tukar kurs dari transaksi antara pengelola dan penyewa mengacu kesepakatan kedua pihak. "Biasanya mereka menetapkan acuan nilai tukar pada posisi tertentu, tidak ikut pasar," terang Handaka.

Adapun patokan nilai tukar untuk menentukan tarif sewa mal ini akan berbeda antara mal yang satu dengan mal yang lain. 

Listrik lebih pengaruh

Direktur PT Pakuwon Jati Tbk Stefanus Ridwan menyampaikan, dalam jangka pendek, belum ada dampak pelemahan rupiah terhadap pengelolaan mal. 

Saat ini, Pakuwon Jati mengoperasikan dua mal yang di Jakarta, yaitu Kota Kasablanka dan Gandaria City. Karena tak terpengaruh oleh nilai tukar rupiah terhadap dollar, Ridwan memastikan tak ada pengaruh ke nilai sewa. "Kami tidak ikut gonjang-ganjing rupiah," tegasnya.

Namun, kata Stefanus, jika pelemahan rupiah terus berlanjut, pengelola mal bisa saja menaikkan biaya service charge. Sebab,  ada beberapa komponen dan suku cadang pusat belanja yang impor.

Service charge adalah biaya yang harus dibebankan kepada penyewa di luar tarif sewa yang telah ditetapkan. 

Mengacu riset Cushman & Wakefield Indonesia, akhir tahun lalu rata-rata tarif sewa mal di Jakarta tercatat Rp 678.000 per meter persegi (m²) per bulan. 

Adapun biaya service charge tercatat Rp 125.700 per m² per bulan. Sementara mal yang bertarif dollar AS memasang service charge senilai US$ 11,50 m²-US$ 17,50 per m² per bulan. Adapun rata-rata nilai tukar yang ditransaksikan berkisar antara Rp 7.000-Rp 10.000 per dollar AS. 

Ketimbang pengaruh dollar AS, tarif sewa mal maupun tarif service charge sangat terkait dengan tarif listrik. Jika tarif listrik naik, pengusaha pengelola mal tak butuh waktu lama menaikkan biaya sewa atau service charge.

Handaka bilang, jika listrik naik, imbasnya merembet ke operasional Apalagi, 50% biaya operasional dihabiskan untuk membayar energi listrik. Agar tak merugi, pengelola pusat belanja menaikkan tarif jika tarif listrik naik, seperti tahun 2014.  

Tentu saja, dengan rencana ada kenaikan tarif listrik April, bisa jadi harga service charge akan ikut naik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×