kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.930.000   20.000   1,05%
  • USD/IDR 16.230   -112,00   -0,69%
  • IDX 7.214   47,18   0,66%
  • KOMPAS100 1.053   7,20   0,69%
  • LQ45 817   1,53   0,19%
  • ISSI 226   1,45   0,65%
  • IDX30 427   0,84   0,20%
  • IDXHIDIV20 504   -0,63   -0,12%
  • IDX80 118   0,18   0,16%
  • IDXV30 119   -0,23   -0,19%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,20%

Bisnis mal di Jakarta sudah jenuh?


Minggu, 08 Maret 2015 / 21:44 WIB
Bisnis mal di Jakarta sudah jenuh?
ILUSTRASI. Bandara Soekarno-Hatta menjadi bandara tersibuk di Asia Tenggara pada September 2023.


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Banyaknya supplai mal di Jakarta membuat bisnis properti jenis tersebut mulai berada dalam titik jenuh. Setidaknya, hal ini diungkapkan oleh hasil riset Lamudi Indonesia.

Managing Director Lamudi Indonesia Karan Khetan menjelaskan, mal seperti Kota Kasablanka mendapatkan dua juta pengunjung setiap bulannya. Namun, mal lain yang lokasinya berdekatan, yaitu Kuningan City atau Lotte Shopping Avenue tidak seramai Kota Kasablanka. Ada beberapa ruangan yang kosong, bahkan pengunjung yang lebih sedikit.

Situasi serupa jiga terjadi di Central Park, Jakarta Barat. Mal paling favorit di kawasan Jakarta Barat ini bisa menarik pengunjung hingga 2,9 juta orang per bulan. Tapi, kondisi yang berbanding terbalik terjadi di Citraland Mall.

"Bahkan, Entertainment X’nter atau Plaza e’X telah ditutup dan akan dialihfungsikan menjadi gedung perkantoran," ujar Karan dalam rilisnya.

Fernando Repi, Sekretaris Perusahaan PT Matahari Putra Prima Tbk tak menampik kondisi tersebut. Hanya saja, tingkat kejenuhannya belum terlampau akut. Pasalnya, hal ini juga tergantung dengan lokasi dimana mall tersebut didirikan.

"Ditempat kami, khususnya di Jakarta, rata-rata setiap hari ada 1.000 hingga 1.500 pengunjung. Jika dibanding periode periode sebelumnya selalu tumbuh, tapi memang jumlahnya tidak begitu signifikan," tutur Fernando kepada KONTAN, Minggu (8/3).

Hal ini sejalan dengan tingkat okupansi mal secara keseluruhan yang memang tidak mencatat angka pertumbuhan yang tidak tinggi. Tingkat okupasi mal di Jakarta hanya mengalami kenaikan 0,3% pada kuartal terakhir 2014.

Sementara, data Bank Indonesia (BI) menunjukan, penjualan ritel di Jakarta menurun 9% secara year-on-year (yoy) antara Januari 2014-2015. Jika dibanding dengan kota lainnya, angka tersebut ketinggalan jauh.

Contoh kota Bandung. Pada periode yang sama pertumbuhan penjualan ritelnya meroket 55%. Lalu, Manado dan Surabaya masing-masing tumbuh 9% dan 1%. Kota lain seperti Banjarmasin dan Makassar memang mengalami penurunan, tapi tidak setinggi Jakarta. Kedua kota tersebut hanya mengalami penurunan 5% dan 4%.

"Data ini menunjukan, bisnis mal memiliki peluang lebih besar diluar kawasan selain Jakarta," pungkas Karan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Digital Marketing for Business Growth 2025 : Menguasai AI dan Automation dalam Digital Marketing

[X]
×