Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memberikan tekanan besar pada sektor energi, khususnya minyak dan gas bumi (migas) serta pertambangan.
Mengutip data Bloomberg, nilai tukar rupiah sore ini, Jumat (20/12) menguat 91 poin (0,56 persen) ke Rp 16.221,5 terhadap dolar AS.
Bahlil menjelaskan, sektor ESDM menjadi salah satu yang paling terdampak, terutama karena tingginya kebutuhan dolar untuk kegiatan impor. Salah satu entitas yang paling banyak membutuhkan devisa adalah PT Pertamina (Persero), yang harus mengimpor bahan bakar minyak (BBM) dan gas minyak cair (liquified petroleum gas/LPG).
Baca Juga: Kementerian ESDM Siapkan Struktur Organisasi untuk Ditjen Gakkum
“Dalam setahun, devisa yang kita keluarkan mencapai Rp500 triliun hingga Rp550 triliun. Itu semua pasti membutuhkan dolar,” ujar Bahlil di Kantor BPH Migas, Kamis (19/12).
Menurut Bahlil, selain sektor migas, industri pertambangan juga ikut terdampak karena banyak peralatan pendukung, seperti suku cadang, yang harus diimpor dari luar negeri.
Meski begitu, Bahlil berharap situasi ini dapat dikelola dengan baik oleh para pelaku usaha.
“Tugas kita sekarang adalah bagaimana mengurangi impor, agar kebutuhan terhadap dolar tidak terlalu besar. Fluktuasi nilai tukar mata uang sejatinya mengikuti hukum permintaan dan penawaran,” jelasnya.
Baca Juga: Rupiah Tembus Rp 16.300 Lampaui APBN 2024, Airlangga: Kita Monitor
Selanjutnya: Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Usulan 8 Langkah Strategis untuk Industri Sawit
Menarik Dibaca: Benih Bersertifikat dan Peremajaan Lahan Sawit Kunci Keberhasilan Petani Sawit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News