kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rupiah menukik, biaya operasi maskapai meroket


Selasa, 18 Agustus 2015 / 10:39 WIB
Rupiah menukik, biaya operasi maskapai meroket


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Saat nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sudah menyentuh Rp 13.800 per dollar Amerika Serikat (AS) pelaku bisnis industri penerbangan nasional mulai kliyengan. Sebab, beberapa maskapai penerbangan harus menanggung beban operasional lebih mahal dari biasanya. Maklum, sekitar sekitar 70% dari beban maskapai memakai standar dollar AS.

Misalnya di Batik Air. Menurut Achmad Luthfie, Presiden Direktur Batik Air mengklaim saat ini sudah mengalami pembengkakan biaya sejak rupiah tembus Rp 13.000. Hingga kini, pembengkakan beban sudah naik hampir 20%. "Kami patokannya Rp 13.000 per dollar AS. Begitu menyentuh batas ini, biaya operasional yang pakai dollar otomatis langsung bertambah," katanya kepada KONTAN, Jumat (14/8).

Meski begitu, perusahaan yang tergabung dalam Grup Lion Air masih belum perlu melakukan lindung nilai (hedging) untuk memenuhi kebutuhan dollar AS. Batik Air lebih suka langkah efisiensi.

Misalnya mengurangi beban air toilet yang dibawa tatkala jumlah penumpang tidak terlalu banyak. Langkah ini bisa menghemat kebutuhan avtur.

Adapun Garuda Indonesia mengklaim beruntung sudah melaksanakan lindung nilai. Menurut I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra, Direktur Keuangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), pada Agustus  2015 ini pihaknya sudah melakukan lindung nilai setiap dua minggu sekali.

Sampai akhir tahun ini, Garuda menargetkan bisa mengamankan 50% dari total kebutuhan avtur selama satu tahun yang mencapai 1,8 miliar liter.  "Kami sebetulnya ingin tambah tapi Bank Indonesia membatasi bila tidak ada underlying transaction-nya tidak boleh hedging," tuturnya.

Sementara itu, Sriwijaya Air justru tetap melaksanakan rencana menambah jumlah armada dengan membeli dua unit pesawat Boeing 737 900 ER tanpa mencicil. Soalnya ini merupakan rencana lama maskapai penerbangan ini. "Memang berat, tapi apa pun tetap harus jalan," terang Agus Soedjono, Komunikasi Korporasi Sriwijaya Air.

Menurut dia, pembelian armada yang  rencananya bakal berlangsung pada 20 Agustus 2015  di kantor Boeing di Seatle, AS ini merupakan kelanjutan dari kesepakatan yang sudah dibuat pada ajang Paris Air Show tahun ini.

Maskapai carteran lebih beruntung

Ia pun berharap pemerintah bisa bertindak cepat untuk  memulihkan rupiah. Sayang, Agus tidak merinci nilai pembelian dua pesawat Boeing tersebut.

Tengku Burhanudin, Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carries Assotiation (INACA) berharap pemerintah segera mengambil langkah. Misalnya dengan menyesuaikan tarif batas atas penerbangan. Sebab, nilai tukar rupiah selama tiga bulan berturut-turut anteng berada di atas Rp 13.000. Bila kondisi ini tidak segara dipecahkan, ia khawatir industri penerbangan domestik bisa lunglai.

Kondisi berbeda justru terjadi di maskapai tidak berjadwal atau carteran. MenurutDenon Prawiraatmadja, Ketua INACA bidang  carter, sejauh ini sebagian besar kontrak dari maskapai penerbangan carteran masih dalam hitungan dollar AS.

Alhasil, kondisi rupiah yang masih kurang tenaga tidak terlalu mempengaruhi biaya operasional maskapai penerbangan tidak berjadwal. "Namun kami masih terbebani dengan biaya perawatan mesin dan asuransi yang harus dibayarkan dalam bentuk dollar," katanya.

Denon yang juga menjabat sebagai Presiden Direktur Whitesky Aviation ini lantas mencontohkan untuk perawatan pesawat seperti engine service program (ESP) dan power by the hour (PBTH), biasanya maskapai harus merogoh kantong mulai dari US$ 5.000 hingga US$ 15.000. Sedangkan untuk biaya asuransinya saban tahun harus membayar premi antara US$ 60.000 hingga US$ 180.00.

Selain beban di biaya asuransi, maskapai tidak berjadwal ini juga bakal merasakan beban yang berat bila membeli pesawat. Menurutnya, biasanya pembayaran cicilan pembelian pesawat bisa melonjak jika maskapai membeli dengan cara leasing.

Ia mencontohkan bila ada maskapai yang membeli pesawat kecil dengan harga US$ 30 juta dan tenor lima tahun. Nah, saat kondisi rupiah tengah lunglai, nilai pembelian pesawat ini sampai lunas, mencapai Rp 36 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×