Reporter: Adhitya Himawan, David Oliver Purba, RR Putri Werdiningsih | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Paket September 1 luput mendorong daya beli, khususnya untuk masyarakat kelas menengah. Padahal, konsumsi kelas menengah bisa menjadi salah satu penggerak mesin ekonomi.
Efek pelemahan daya beli kelas menengah telah menyeret turunnya penjualan barang-barang konsumsi, mulai dari mobil, rumah atau apartemen hingga elektronik.
Ambil contoh penjualan mobil. Hingga Juli, penjualan mobil hanya 581.106 unit, turun 20,77% dibandingkan periode sama tahun 2014. Begitu juga penjualan properti yang penjualannya melandai. (lihat grafis)
Data terbaru Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) , penjualan otomotif roda empat di Agustus 2015 cuma 77.000 unit saja, turun tajam dari penjualan 2014 di periode yang sama yakni 96.728 unit.
Hasil ini di luar dugaan karena Agustus 2015, ada dua hajatan besar pameran otomotif yakni Indonesia International Motor Show (IIMS) dan Gaikindo International Auto Show (GIAAS).
Sudirman Maman Rusdi, Ketua Umum Gaikindo bilang, pebisnis mobil akan memantau perkembangan penjualan mobil di September dan Oktober. Bila penjualan tak terungkit, Gaikindo akan merevisi lagi target penjualan 2015, yang ditargetkan 950.000 unit hingga 1,1 juta unit.
Penjualan properti sami mawon. Bank Indonesia (BI) mencatat, penjualan apartemen di kuartal dua hanya tumbuh 2% saja. Archied Noto Pradono Direktur PT Intiland Development Tbk menyebut, hingga paruh pertama tahun ini, penjualan Intiland baru 30% dari target marketing sales tahun ini Rp 3 triliun. Ini lantaran surutnya daya beli.
Produsen elektronika setali tiga uang. Public Relations dan Marketing Event Manager Polytron, Santo Kadarusman mengatakan, salah satu sebab penurunan penjualan elektronik adalah gejolak kurs rupiah terhadap dollar.
Gara-gara rupiah ambruk, Polytron menaikkan harga jual 3%-5%, tergantung jenis elektronik. Efeknya, "Penjualan menurun," ujar Santo. Makanya, Polytron pun merevisi target pertumbuhan penjualan dari semula 30% menjadi hanya 15% di tahun ini. Santo berharap, apapun kebijakan pemerintah, menjadikan rupiah stabil jadi prioritas.
Masalahnya, tak banyak amunisi untuk menguatkan otot rupiah. Rupiah masih sangat rawan goyangan, utamanya dari ancaman keluarnya hot money akibat kenaikan suku bunga AS, The Fed.
Tanpa ada stimulus nyata untuk golongan menengah, rasanya sulit mendongkrak ekonomi lewat konsumsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News