Reporter: Raka Mahesa W |
JAKARTA. Peternak sapi perah di lereng Gunung Merapi, Yogyakarta mulai berproduksi. Namun, jumlahnya tidak sebanyak sebelumnya akibat banyak sapi yang mati tersengat awan panas Merapi.
Sejak Sabtu (20/11), Koperasi Susu Warga Mulya mencatat, pasokan susu yang masuk sudah mencapai 2.500 liter per hari. Jumlah ini naik 66,66% dibandingkan produksi susu pada awal November yang baru mencapai 1.500 liter per hari.
Menurut Danang Iskandar, Ketua Koperasi Susu Warga Mulya, Yogyakarta, peningkatan ini terjadi setelah para peternak sapi perah yang berada di daerah yang berjarak kurang dari 20 kilometer (km) dari puncak Gunung Merapi mulai memasok hasil produksi susu mereka. "Awal November tidak ada pasokan susu dari wilayah itu yang masuk ke koperasi," katanya kepada KONTAN, Kamis (25/10). Saat itu, kawasan tersebut masih masuk zona berbahaya.
Dalam pekan ini, tambahan produksi susu datang dari sekitar 1.075 ekor sapi yang berhasil di evakuasi. Dari jumlah itu, sekitar 200 ekor di antaranya berada di kandang Koperasi Susu Warga Mulya dan 800 ekor sisanya di lokasi pengungsian.
Sebenarnya, total sapi yang dikelola Koperasi Warga Mulya adalah 1.300 ekor. Cuma, nasib 225 ekor sapi lain belum jelas. Sapi ini tersebar di tiga Kecamatan di Sleman yakni Pakem, Turi, dan Tempel. Jumlah sapi Koperasi Warga Mulya ini setara dengan 26,82% populasi sapi perah di kawasan Merapi yang mencapai 4.846 ekor.
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Yogyakarta, Nanang Suwandi mengatakan, saat ini peternak sapi memang sudah melakukan kegiatan pemerahan. "Sudah mulai menggeliat, tapi kita belum bisa pantau berapa banyak susu yang dihasilkan," cetusnya. Sebab, fokus pemerintah masih pada pencatatan data dan penanganan evakuasi ternak.
Produktivitas turun
Kendati cukup banyak sapi perah yang selamat namun produksi sapi yang dihasilkan baru mencapai 50% dari kondisi normal. Danang menjelaskan, sapi perah yang dievakuasi belum bisa menghasilkan susu secara normal karena mengalami stres.
Stres tersebut mengakibatkan produksi susu menurun. Sebagai gambaran, jika sebelumnya seekor sapi perah bisa menghasilkan 15 liter susu per hari kini tinggal 7-8 liter per hari. Makanya, saat kondisi normal, Koperasi Warga Mulya mampu mendapatkan pasokan susu sebanyak 5.000 liter per hari.
Tak aneh, kurangnya pasokan ini pun membuat koperasi tidak bisa melakukan penjualan susu secara normal. Kini, koperasi itu hanya bisa memasok 1.000 liter susu ke pasar dan 1.500 liter ke pabrik milik PT Sari Husada. Padahal, sebelumnya mereka mampu menyuplai 1.000 liter susu ke pasar dan 4.000 liter sisanya ke Sari Husada.
Sayangnya, penurunan produksi tersebut tidak diimbangi dengan kenaikan harga. Menurut Danang, susu sapi milik peternak masih di jual Rp 3.400 per liter. Padahal, harga pakan ternak terus merangkak naik. Kini, peternak harus merogoh dana hingga Rp 25.000 per hari untuk membiayai pakan seekor sapi.
Nah, untuk menekan biaya, para peternak kini mulai memindahkan sapi mereka ke daerah yang lebih tinggi mendekati daerah puncak Merapi. Menurut Danang, para peternak beranggapan, dengan cara tersebut produksi susu sapi perah akan membaik. “Sapi lebih banyak menghasilkan susu di daerah yang dingin,” cetusnya. Danang memperkirakan, produksi susu akan kembali normal dalam waktu enam bulan ke depan. Namun, jumlahnya tidak akan sama dengan sebelumnya karena banyak sapi perah tewas.
Berdasarakan data Dinas Pertanian Yogyakarta, sampai 17 November 2010, dari total 14.605 ekor sapi di sekitar Merapi, tercatat sebanyak 2.297 ekor sapi mati, 3.190 berhasil dievakuasi dan 290 sisanya sudah dijual peternak ke pasar. Sayang Nanang tak mengantongi detil sapi perah yang menjadi korban. n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News