Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Harga Batubara Acuan (HBA) pada bulan Agustus tak lagi tergerus. Setelah sejak September 2018 lalu HBA terus turun dan belum pernah mencatatkan kenaikan bulanan, kini HBA naik menjadi US$ 72,67 per ton.
HBA bulan Agustus ini naik tipis sebesar 1,04% dibandingkan HBA Juli lalu yang hanya berada di angka US$ 71,92 per ton.
Baca Juga: Produksi batubara Darma Henwa (DEWA) per semester satu mencapai 5,66 juta ton
Kendati demikian, menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia kenaikan tersebut tidak secara signifikan mencerminkan tren pasar batubara yang lebih positif.
Menurutnya, kenaikan tipis tersebut adalah hal biasa di tengah kondisi pasar yang masih kelebihan pasokan (over supply) dan mudah berubah atau volatil.
Alhasil, Hendra menilai bahwa kenaikan tipis tersebut tak cukup merepresentasikan tren harga yang akan meningkat. Hendra bilang, pada bulan berikutnya juga ada potensi harga kembali turun atau pun naik tipis.
"Jadi kondisi pasar masih sama saja. Pasar masih oversupply, masih volatil. Memang pergerakannya begitu, jadi saya rasa (peningkatan HBA) ini belum menunjukkan akan rebound," terang Hendra, Senin (5/8).
Baca Juga: Diversifikasi usaha, Mitrabahtera Segara (MBSS) lirik peluang pengangkutan migas
Senada dengan itu, Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif mengatakan bahwa kenaikan tipis HBA itu tidak mencerminkan perubahan pasar dan tidak berdampak signifikan. "Kondisi supply-demand hampir sama dengan bulan lalu," kata Irwandy kepada Kontan.co.id, Senin (5/8).
Irwandy mengingatkan, kecenderungan perusahaan-perusahaan batubara untuk menaikan jumlah produksi perlu diwaspadai. Irwandy memprediksi, meski terjadi tren penurunan, namun harga batubara pada tahun ini masih akan berada di rentang US$ 60-US$ 80 per ton.
"Apabila nafsu untuk menaikkan produksi dapat dikontrol dengan perencanaan jangka panjang maka harga batubara masih akan bertahan pada rentang yang saya sebutkan. Paling tidak sampai akhir tahun ini," ungkapnya.
Sementara menurut Hendra, saat ini pelaku usaha tengah mencermati kondisi pasar batubara aglobal khususnya China. Pada kuartal III ini, kata Hendra, pelaku usaha berupaya untuk memaksimalkan produksi dan penjualan, lantaran khawatir pada kuartal IV nanti China akan mengetatkan impor batubara.
Baca Juga: Pasokan listrik belum stabil, PLN masih akan melakukan pemadaman bergilir
"Sebagian pelaku mengantisipasi kalau ada penurunan impor di China pada akhir kuartal IV seperti yang terjadi pada tahun lalu," kata Hendra.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono meyakinkan bahwa penambahan kuota produksi dalam revisi Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) juga akan mempertimbangkan kondisi pasar. Termasuk pasokan dan harga batubara
"Kita pertimbangkan volume produksi nasional, harga juga termasuk," ungkapnya pekan lalu.
Bambang bilang, ada lebih dari 34 perusahaan izin pemerintah pusat yang sudah mengajukan penambahan kuota produksi pada revisi RKAB tersebut.
Namun, pengajuan tersebut belum tentu disetujui karena pihaknya akan melakukan evaluasi pada sejumlah aspek, seperti pemenuhan kewajiban pasokan dalam negeri, kewajiban lingkungan, pembayaran royalty dan pemenuhan kewajiban lainnya.
Baca Juga: Beban selisih kurs bikin Darma Henwa (DEWA) rugi US$ 1,58 juta
Selain itu, Bambang pun mengatakan bahwa produksi tahun ini tidak akan sebesar realisasi tahun lau yang mencapai 557 juta ton. Hal itu lantaran pada tahun lalu ada kebijakan Presiden RI untuk menggenjot ekspor batubara demi memperbaiki defisit neraca perdagangan.
"Itu kan tahun lalu, sekarang nggak ada, jadi di bawah itu. Kita masih evaluasi," tandas Bambang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News