kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sejumlah aspek ini perlu jadi perhatian dalam pembahasan RUU Energi Terbarukan


Rabu, 23 September 2020 / 16:13 WIB
Sejumlah aspek ini perlu jadi perhatian dalam pembahasan RUU Energi Terbarukan
ILUSTRASI. RUU Energi Terbarukan diperlukan untuk mempercepat proses transisi Indonesia dari penggunaan energi fosil menjadi energi terbarukan.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Undang-Undang Energi Terbarukan (RUU ET) sangat diperlukan untuk memudahkan dan mempercepat proses transisi Indonesia dari penggunaan energi fosil menjadi energi terbarukan.

Indra Sari Wardhani, Energy Project Leader Yayasan WWF Indonesia mengatakan, RUU ET sangat diperlukan untuk memenuhi target porsi energi terbarukan di Indonesia sebesar 23% di tahun 2025 nanti. Hingga tahun 2019, porsi energi terbarukan di Indonesia baru mencapai 12% atau setara 10,17 gigawatt (MW).

Menurutnya, RUU ET menjadi momentum yang dapat menjamin kepastian hukum bagi pengembangan energi terbarukan sebagai satu-satunya andalan energi Indonesia dan transisi menuju energi yang bersih dan berkelanjutan.

“Hal ini patut diperhatikan karena cadangan energi fosil terus menurun, di sisi lain potensi energi terbarukan yang belum dimanfaatkan sangat besar,” ujar Indra Sari dalam webinar, Rabu (23/9).

Baca Juga: Pengembang PLTN menilai ada pasal selundupan dalam RUU EBT

Dia menyebut, RUU ET seharusnya benar-benar difokuskan pada energi terbarukan dan mengeluarkan nuklir maupun energi baru berbasis fosil dari beleid tersebut.

Dengan keberadaan RUU ET, pengembangan energi terbarukan dapat diarahkan untuk mengatasi krisis energi dan transisi dari energi fosil yang memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat. Adanya RUU ET juga diharapkan dapat menciptakan kondisi pemungkin yang dapat mempercepat pengembangan energi terbarukan dan transisi energi meninggalkan bahan bakar fosil.

Indra Sari turut menyampaikan beberapa aspek penting yang harus diperhatikan dalam RUU ET, salah satunya aspek struktural. Dalam aspek tersebut, perumusan undang-undang yang efektif harus memiliki fungsi untuk mengisi kekosongan hukum, memperbaiki tata kelola, dan menjadi batasan terhadap intervensi yang bersifat politis.

Aspek ini juga membicarakan pentingnya penyelerasan dengan peraturan yang ada agar tidak terjadi tumpang tindih yang menyulitkan di kemudian hari. “RUU ET diharapkan dapat mengakomodir gap permasalahan yang ada dalam tataran yang lebih efektif,” kata dia.

Lewat aspek struktural pula, perencanaan energi terbarukan harus dimandatkan secara jelas, khususnya terkait inventarisasi sumber daya energi terbarukan.

Berikutnya, terdapat aspek tata kelola dan kelembagaan. Menurut Indra Sari, perlu dilakukan kajian kondisi tata kelola kelembagaan saat ini sehingga keberadaan RUU ET dapat memperkuat tata kelola yang ada.

Dalam hal ini, contoh implementasinya adalah mengaktifkan tupoksi kelembagaan yang belum berjalan, memperkuat kelembagaan yang ada sehingga dapat menjalankan peran dan fungsi yang diamanatkan RUU ET, membentuk kelembagaan baru bila yang ada saat ini belum cukup untuk menjalankan peran dan fungsi yang tertuang di RUU ET, serta pembagian peran pemerintah pusat dan daerah.

Selanjutnya, ada aspek sosial dan lingkungan yang penting diperhatikan dalam pembahasan RUU ET. Indra Sari menyebut, RUU ET perlu memasukan secara jelas target pengurangan emisi gas rumah kaca sebagai upaya penanggulangan perubahan iklim.

Selain itu, perlu ditekankan pula bahwa pengembangan energi terbarukan yang berkelanjutan harus memperhatikan ruang hidup masyarakat untuk menghindari atau meminimalisasi dampak sosial dan lingkungan di tingkat lokal. “Ini terutama pada pembangunan energi terbarukan skala atau kapasitas besar di wilayah dengan nilai konservasi tinggi,” tambah dia.

Baca Juga: Pengaturan nuklir masih jadi perdebatan, RUU EBT atau RUU ET?

RUU ET juga perlu memperhatikan aspek partisipasi masyarakat dan perlindungan konsumen. Dalam hal ini, perlu pendefinisian yang jelas terkait maksud “masyarakat” dalam konteks partisipasi masyarakat.

Secara eksplisit, beleid ini juga mengakui peran organisasi masyarakat dalam penyelenggaraan energi terbarukan seperti pemberian masukan, pengajuan keberatan, kerja sama, dan lain sebagainya.

Yang tak kalah penting, RUU ET patut memperhatikan aspek keekonomian dalam pembuatannya. Aspek ini bicara tentang mekanisme penentuan harga energi terbarukan berdasarkan nilai keekonomian berkeadilan yang memberikan kepastian usaha.

“Harga tersebut juga harus memperhatikan ketersediaan sumber daya energi terbarukan, kapasitas proyek energi terbarukan, dan tarif masukan untuk jenis energi terbarukan yang masih baru,” ungkap Indra Sari.

RUU ET juga perlu menghadirkan insentif dan dukungan bagi pengembangan energi terbarukan yang adil dan berkelanjutan. Peraturan ini juga diharapkan membentuk pasar energi terbarukan yang atraktif di Indonesia, termasuk pengusahaan energi terbarukan yang bersifat lokal dan perorangan.

RUU ET juga mesti menghadirkan mekanisme pembiayaan ataupun penjaminan investasi energi terbarukan serta mendorong kemudahaan pendanaan dalam negeri.

Selanjutnya: Ini sejumlah alasan energi nuklir seharusnya tidak dicantumkan di RUU EBT

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×