Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Maraknya proyek smelter yang mulai beroperasi diyakini akan meningkatkan nilai tambah komoditas mineral Indonesia. Namun, manfaat seperti ini akan lebih terasa jika industri hilir dalam negeri benar-benar siap menyerap produk olahan smelter tersebut.
Sebagai informasi, dalam dua hari terakhir tiga smelter besar mulai beroperasi, yakni smelter tembaga Amman Mineral (investasi Rp 21 triliun), smelter tembaga Freeport Indonesia (Rp 58 triliun), dan smelter grade alumina refinery Fase 1 di Mempawah (Rp 25,7 triliun).
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menyampaikan, efek berganda dari proyek smelter sebenarnya bersifat jangka pendek, yakni ketika proses pembangunannya berlangsung.
Baca Juga: Resmikan Tiga Smelter, Jokowi: Upaya Menyongsong Jadi Negara Industri
Sebab, ketika proyek smelter dimulai, artinya ada investasi yang masuk. Pembangunan fisik smelter ini tentu membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar. Hal ini nantinya dapat menggerakan ekonomi di area sekitar smelter tersebut dibangun.
"Tapi setelah proyek selesai, tenaga kerja yang diperlukan tinggal di bagian operator smelter saja dan kemungkinan jumlahnya akan turun signifikan," ujar dia, Selasa (24/9).
Lebih lanjut, nilai tambah yang diinginkan pemerintah sebenarnya bisa didapat ketika produk hasil olahan smelter mineral bisa terserap maksimal untuk industri manufaktur dalam negeri.
Baca Juga: MIND ID Pastikan Industri Alumunium Terintegrasi Dibangun di Mempawah
Hanya saja, sambung Komaidi, produk jadi smelter-smelter di Indonesia sebagian besar masih ditujukan ke pasar ekspor. Ketika diekspor, nilai tambah produk tersebut hanya bertambah 2,5% sampai 5%.
"Artinya kalau pasarnya hanya ekspor itu nilai tambah produk smelter tersebut tidak signifikan bagi Indonesia. Mau tidak mau harusnya industri dalam negeri dapat menyerap produk smelter tersebut," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News