kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sejumlah Taipan Meraup Cuan dari Lonjakan Harga Batubara


Kamis, 10 Maret 2022 / 19:36 WIB
Sejumlah Taipan Meraup Cuan dari Lonjakan Harga Batubara
ILUSTRASI. Pundi-pundi kekayaan beberapa taipan batubara makin bertambah seiring lonjakan harga batubara.


Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren lonjakan harga batubara global membuat harga saham sejumlah emiten batubara terus mengalami kenaikan. Lantas, pundi-pundi kekayaan beberapa taipan yang menjadi investor emiten batubara ikut bertambah.

Mengutip situs trading economics, harga batubara dunia menembus level US$ 420,65 per metrik ton pada perdagangan Rabu (9/3). Angka ini melesat 148,02% (ytd) dibandingkan posisi harga batubara di akhir tahun 2021 sebesar US$ 169,60 per metrik ton.

Beberapa contoh taipan telah merasakan dampak positif dari kenaikan harga batubara yang sebenarnya sudah terjadi selama bertahun-tahun.

Low Tuck Kwong misalnya. Direktur Utama PT Bayan Resources Tbk (BYAN) ini memiliki 1,79 miliar saham BYAN dengan porsi kepemilikan 53,86% berdasarkan laporan keuangan tahun 2019. Mengutip data RTI, Low Tuck Kwong kini memiliki 1,84 miliar saham (55,22%).

Baca Juga: Kementerian ESDM Pertimbangkan Naikkan Tarif Royalti Batubara

Jika ditelusuri, pada 6 Maret 2019 silam, harga saham BYAN berada di level Rp 18.800 per saham. Lalu, pada penutupan perdagangan Kamis, 10 Maret 2022, harga saham BYAN bertengger di level Rp 42.475 atau tumbuh 125,93%. Dengan demikian, kekayaan Low Tuck Kwong dari saham BYAN meroket dari Rp 33,75 triliun pada 6 Maret 2019 menjadi Rp 78,17 triliun per Kamis (10/3).

PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) juga diuntungkan oleh tren kenaikan harga batubara, termasuk pemiliknya yaitu Garibaldi Thohir yang kini menjabat sebagai Direktur Utrama di emiten tersebut.

Sosok yang biasa disebut Boy Thohir ini memiliki 1,97 miliar saham (6,18%) ADRO per 2019 dan tidak mengalami perubahan porsi hingga tahun 2022. Harga saham ADRO telah melesat 114,38% dari periode 8 Maret 2019 sebesar Rp 1.390 per saham menjadi Rp 2.980 per saham pada 10 Maret 2022. Selama itu pula aset Boy Thohir dari kepemilikannya di ADRO tumbuh dari Rp 2,74 triliun pada 8 Maret 2019 menjadi Rp 5,89 triliun pada 10 Maret 2022.

Presiden Komisaris ADRO Edwin Soeryadjaya juga memperoleh keuntungan dari kenaikan saham di tempatnya bekerja. Ia tercatat memiliki saham ADRO sebanyak 1,05 miliar lembar saham (3,29%) di tahun 2019 dan jumlahnya sama hingga saat ini. Berdasarkan perhitungan harga saham di periode 8 Maret 2019 hingga 10 Maret 2022, maka total aset Edwin Soeryadjaya di ADRO tumbuh dari Rp 1,46 triliun menjadi Rp 3,13 triliun.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno sebenarnya juga ikut mendapat cuan dari lonjakan harga saham ADRO di tengah memanasnya harga batubara. Saat ini, Sandiaga tercatat memiliki 2,91 miliar saham PT Saratoga Investama Tbk (SRTG) dengan porsi kepemilikan 21,51%.

Nah, berdasarkan laporan keuangan SRTG per kuartal III-2021, SRTG berinvestasi secara langsung di ADRO dengan porsi kepemilikan 3,67%. SRTG juga memiliki saham secara tidak langsung di ADRO melalui entitas asosiasi yaitu PT Adaro Strategic Capital (kepemilikan 25%) dan PT Adaro Strategic Lestari (kepemilikan 29,79%).

Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi tentu tak bisa dilupakan ketika bicara soal bisnis batubara. Luhut diketahui merupakan pemilik dari PT Toba Sejahtra. Perusahaan ini memiliki 10% atau 804,92 juta saham PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) di tahun 2019 dan masih dengan jumlah yang sama pada tahun ini.

Harga saham TOBA sendiri melesat 183,91% dari periode 8 Maret 2019 sebesar Rp 398 per saham menjadi Rp 1.130 per saham pada 10 Maret 2022. Aset Luhut di TOBA lewat Toba Sejahtra jelas ikut naik dari Rp 320,36 miliar pada 8 Maret 2019 menjadi Rp 909,56 miliar pada 10 Maret 2022.

Tak ketinggalan, Arsjad Rasjid ikut merasakan cuan dari PT Indika Energy Tbk (INDY). Arsjad sendiri saat in menjadi Direktur Utama INDY. Arsjad memiliki 0,02% saham INDY atau sebesar 1,20 juta lembar saham di tahun 2019, dan tetap bertahan di level tersebut pada tahun 2022.

Jika mengacu pada kepemilikan saham tersebut, aset Arsjad di INDY berada di level Rp 2,48 miliar per 8 Maret 2019, karena harga saham INDY ada di level Rp 2.060 per saham. Lalu, harga saham INDY naik 19,41% hingga 10 Maret 2022 menjadi Rp 2.460 per saham, sehingga kekayaan Arsjad dari kepemilikan sahamnya di INDY menjadi sebesar Rp 2,97 miliar.

Baca Juga: Pemerintah akan Naikkan Royalti Batubara, Ini Kata APBI

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Nafan Aji mengatakan, lonjakan harga batubara tak lepas dari tersendatnya suplai tatkala konflik Rusia-Ukraina berlangsung. Ini mengingat Rusia turut menjadi salah satu pemain besar di pasar batubara global.

Sejalan dengan naiknya harga batubara global, maka harga saham emiten-emiten batubara juga ikut naik. Hal ini tentu membuat para investor yang menggenggam saham emiten batubara mendapat cuan yang berlimpah, termasuk para taipan. “Emiten batubara diuntungkan oleh kenaikan harga sahamnya sekaligus prospek kinerja keuangan di masa mendatang,” ungkap dia, Kamis (10/3).

Pundi-pundi aset investor emiten batubara berpotensi masih bisa bertambah. Sebab, selama gejolak geopolitik Rusia-Ukraina masih berlangsung, selama itu pula harga komoditas-komoditas, termasuk batubara, berpotensi besar terus mengalami kenaikan.

Secara umum, kenaikan harga batubara global juga menjadi kesempatan bagi emiten batubara untuk menggenjot ekspor produknya, bahkan melakukan perluasan pangsa pasar ekspor mengingat negara-negara di Eropa juga membutuhkan suplai batubara di tengah terhentinya pasokan energi dari Rusia.

“Ekspor batubara juga bisa mendongkrak cadangan devisa dan neraca dagang Indonesia,” imbuh Nafan.

Walau begitu, emiten-emiten batubara juga diharapkan dapat lebih dahulu memenuhi kebutuhan domestic market obligation (DMO). Di samping itu, kenaikan harga batubara juga dapat menjadi momentum untuk mempercepat hilirisasi agar komoditas tersebut dapat memiliki nilai tambah yang lebih tinggi.

Baca Juga: Ini Aturan Denda bagi Perusahaan Pelanggar Aturan DMO Batubara

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×