Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor manufaktur menjadi target serangan siber paling sering di Asia Tenggara (SEA). Ketergantungan tinggi pada sistem lama menciptakan kerentanan yang mendasar.
Banyak industri masih menggunakan industrial control systems (ICS) dan operational technology (OT) usang dengan tingkat keamanan lemah. Risiko ini semakin besar karena adanya ketergantungan pada rantai pasok yang kompleks: keterhubungan yang dalam antara produsen dengan banyak vendor meningkatkan risiko pihak ketiga.
"Pelaku kejahatan siber, khususnya kelompok ransomware, kerap menargetkan perusahaan manufaktur karena gangguan produksi dapat menimbulkan tekanan besar untuk segera membayar tebusan," terang Elena Grishaeva, Regional Director Asia Tenggara Positive Technologies, akhir pekan lalu.
Tantangan ini diperburuk rendahnya kesadaran keamanan siber di kalangan karyawan. Mereka seringkali tidak mendapatkan pelatihan memadai untuk mengenali phishing dan serangan rekayasa sosial.
Baca Juga: LPS Dapat Serangan Siber 2,2 Miliar Kali dalam Dua Minggu
Selain itu, posisi Asia Tenggara yang semakin penting dalam ekonomi manufaktur global menjadikannya target strategis bagi aktor geopolitik yang ingin melakukan spionase atau sabotase.
Sementara serangan siber menimbulkan kerugian berlapis pada dunia bisnis di Asia Tenggaa. Kerugian finansial muncul langsung dari kebocoran data, yang dapat memicu denda regulasi seperti di bawah PDPA Singapura dan PDPA Malaysia, ditambah biaya pemulihan insiden yang signifikan.
Reputasi perusahaan juga ikut terdampak, terutama di sektor sensitif seperti keuangan dan e-commerce. Yak i hilangnya kepercayaan pelanggan dapat berlangsung lama. Gangguan operasional menjadi dampak serius lain. Misalnya serangan ransomware yang memaksa penghentian lini produksi, seperti yang terlihat pada kasus publik penutupan pabrik sementara.
"Kekurangan tenaga profesional keamanan siber yang terampil semakin memperburuk masalah, membuat banyak organisasi kekurangan staf di tengah ancaman yang makin canggih," lanjut Elena.
Baca Juga: Serangan Siber Global Sasar Server Microsoft SharePoint, 100 Organisasi Jadi Korban
Adopsi pertahanan modern juga berjalan lambat. Banyak pihak masih mengandalkan antivirus dasar dan firewall, tanpa memanfaatkan solusi canggih. Seperti deteksi ancaman berbasis kecerdasan buatan (AI). Adaptabilitas pelaku kejahatan siber diperkuat oleh pasar gelap (dark web) yang aktif di Asia Tenggara, terutama di negara seperti Vietnam dan Indonesia
Elena menyarankan, penyelarasan regulasi keamanan siber di seluruh ASEAN menjadi langkah penting untuk meningkatkan kepatuhan terhadap aturan. Selain itu, investasi pada pendidikan siber juga krusial, baik dengan mengembangkan program pelatihan khusus untuk menutup kesenjangan keterampilan
Sedangkan bagi para pebisnis, menerapkan Zero Trust Architecture menjadi prioritas, yakni dengan mengasumsikan pelanggaran bisa terjadi kapan saja dan menetapkan kontrol akses yang ketat.
Selanjutnya: Garudafood (GOOD) Catat Kinerja Positif pada Semester I-2025, Ini Penopangnya
Menarik Dibaca: Hari Terakhir Promo KFC Merah Putih Bucket for All, 9 Ayam Goreng Cuma Rp 80.000
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News