Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang 2022, sudah ada sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang siap beroperasi secara komersil atau dijadwalkan Commercial Operation Date (COD).
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengungkapkan, kapasitas terpasang PLTP Indonesia pada awal tahun 2022 sebesar 2.286,05 MW atau 9,8% dari potensi panas bumi yang sebesar 23.356,9 MW.
"Di tahun ini ada beberapa PLTP yang dijadwalkan COD, yakni sebesar 108 MW yang terdiri dari PLTP Sorik Marapi #3 sebesar 50 MW, PLTP Lumut Balai #2 sebesar 55 MW dan PLTP Sokoria #2 sebesar 3 MW," jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (11/3).
Dadan menilai, prospek pengembangan panas bumi masih sangat menarik. Melalui komitmen Indonesia untuk mengatasi perubahan iklim dan mencapai Net Zero Emission (NZE) dan perubahan global terkait PLTU yang menjadi jenis pembangkit yang non-acceptable dan secara bertahap akan di pensiunkan, dari segi teknis, PLTP secara spesifikasi paling mendekati PLTU sebagai base load.
Baca Juga: Kebocoran Gas PLTP Dieng, Seorang Pekerja Tewas dan 8 Lainnya Dirawat di RS
Di sisi lain, pembangkit bertenaga panas bumi ini diakui Dadan dapat menjamin adanya kestabilan harga listrik pada jangka panjang karena PLTP tidak mempunyai komponen C (fuel cost) dalam perhitungan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik.
Namun, sampai dengan saat ini pengembangan PLTP masih harus menghadapi sejumlah aral melintang. Pertama, dari sisi perizinan di mana potensi panas bumi banyak berada di kawasan hutan lindung dan hutan konservasi.
Tantangan kedua ialah permasalahan sosial karena penduduk sekitar banyak yang kurang tersosialisasikan dengan baik, sehingga menganggap PLTP merupakan proyek yang berbahaya, merusak lingkungan dan pertanian (terutama dalam tahap pemboran).
Persoalan ketiga, adalah masalah harga. Dadan menjelaskan lebih lanjut, pengembangan panas bumi memerlukan upfront cost yang sangat besar dan risiko eksplorasi yang tinggi sehingga diharapkan dengan akan terbitnya Perpres tentang Pembelian Tenaga Listrik Energi Terbarukan (ET) dapat mengatasi permasalahan harga dan menarik secara investasi.
Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (APBI) Priyandaru Effendi juga melihat tantangan yang kurang lebih sama. Menurutnya, faktor kunci agar pengembangan PLTP semakin lancar adalah harga jual listrik yang sesuai dengan keekonomian proyek.
"Selama harga jual listrik berdasarkan keekonomian proyek belum terealisasi, akan sulit panas bumi berkembang sesuai yang ditargetkan," tegasnya saat dihubungi Kontan.co.id secara terpisah.
Menurut data Asosiasi Panas Bumi, saat ini kapasitas PLTP yang sudah terinstall sebesar 2.276 MW yang terbesar dari Star Energy. Dari kacamata salah satu pelaku usaha, PT Pertamina Geothermal Energy menegaskan akan terus mengembangkan potensi panas bumi baik itu pemanfaatan tidak langsung sebagai pembangkit tenaga listrik.
Baca Juga: Sebanyak 3 Proyek PLTP Dijadwalkan COD Tahun Ini, Total Kapasitasnya 108 MW
Corporate Secretary PGE, Muhammad Baron mengatakan, tentu Pertamina Geothermal Energy terus berupaya mengembangkan berbagai peluang pemanfaatan langsung atau yang disebut sebagai beyond energy.
"Saat ini, kapasitas terpasang pembangkitan panas bumi di dalam Wilayah Kerja PGE adalah 1.8 GW ES yang terdiri dari own operation sebesar 672 MW dan yang dikerjasamakan sebagai kontrak operasi bersama sebesar 1205 MW," jelasnya.
Adapun kapasitas terpasang PLTP ini berasal dari 13 wilayah kerja panas bumi. Melalui ini, PGE berkontribusi sekitar 82% dari total pembangkitan panas bumi di Indonesia, di mana Indonesia merupakan negara dengan kapasitas terpasang nomor dua terbesar di dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News