Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli
Sebelumnya, Kementerian ESDM menyatakan sedang mengkaji terkait regulasi khususnya untuk pengalihan aset dan penetapan kontrak jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA). Diharapkan proyek ini bisa mendapatkan pendanaan dari skema JETP.
Di luar dua pembangkit itu, Pemerintah dan PT PLN telah sepakat proyek suntik mati PLTU akan bersifat kondisional.
“(Akan berjalan) apabila ada pendanaan dan tidak mengganggu keandalan sistem,” ujar Jisman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (15/11).
Dia menjelaskan, pemensiunan dini akan dilakukan ketika pendanaan tersedia dan cukup, “Jika tidak ada uangnya, gimana kita mau (pensiunkan),” ujarnya.
Baca Juga: Indonesia Kembali Negosiasikan Pendanaan Pemensiunan Dini PLTU ke AS
Maka itu, pemerintah memilih tidak terlalu fokus pada program suntik mati PLTU atau berharap lebih pada pendanaan internasional. Berdasarkan perhitungan teknis Kementerian ESDM, jika PLTU langsung dimatikan saat pembangkit EBT belum siap, keandalan listrik bisa terganggu.
“Nanti kalau langsung phasing out, listrik di rumah bisa padam,” tegasnya.
Maka itu, Kementerian ESDM bersama PLN telah menyepakati satu skenario yang lebih fokus berperang pada emisi, bukan pembangkit.
Jisman menjelaskan, sebelum depresiasi selesai dan kontrak jual beli listrik (PPA) habis, penanggulangan emisi di PLTU dapat dilakukan dengan menurunkan perlahan-lahan penggunaan listriknya.
Baca Juga: Tidak Suntik Mati PLTU, Pemerintah Pilih Lakukan Opsi Ini
“Kita kan sudah ada PLTU 48 GW, kta sudah sepakati phassing down, nanti kita akan turunkan share-nya sampai dia berakhir PPA-nya,” jelasnya.
Ketika depresiasi sudah lunas dan umur pembangkit masih bisa tersisa untuk tetap beroperasi, PLTU tetap bisa dioperasikan melalui modifikasi dengan sumber energi lain seperti hidrogen hijau, ammonia, biomassa, hingga carbon capture storage (CCS) sehingga tidak menghasilkan emisi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News