Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Setelah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon 1 dipastikan suntik mati pada 2035, kini nasib PLTU Pelabuhan Ratu yang sebelumnya digadang-gadang juga akan dipensiunkan dini menjadi pertanyaan karena prosesnya cukup lama dan berlarut-larut.
Sedikit kilas balik, pada 18 Oktober 2022 PT PLN dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) telah menandatangani Principle Frame Work Agremenet yang merupakan perjanjian awal kerjasama dalam rangka pelepasan aset PLN yakni PLTU Pelabuhan Ratu.
Selanjutnya, PTBA dan PLN melakukan uji kelayakan atau due diligence terkait rencana tersebut. Dalam proses ini, Bukit Asam secara komprehensif menentukan nilai kewajaran dan dampak terhadap transaksi yang meliputi aspek keuangan, operasional dan hukum (pengukuran atas transaksi afiliasi, benturan kepentingan, dan materialitas).
Baca Juga: Begini Gambaran Transaksi PLTU Cirebon 1 yang Akan Selesai pada Semester I 2024
Setahun berselang, hingga saat ini proses due diligence pemensiunan dini PLTU Pelabuhan Ratu belum kunjung selesai.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menyatakan proses pensiun dini PLTU Pelabuhan Ratu membutuhkan waktu lebih lama karena kondisi pembangkit yang masih baik dan usianya masih muda.
“Saya kira dari struktur financing akan berbeda dengan PLTU Cirebon, dan ada kemungkinan diperlukan intervensi dari pemerintah untuk membuat transaksinya layak secara finansial,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (5/12).
Sejatinya, proyek pensiun dini PLTU Pelabuhan Ratu sudah masuk ke dalam daftar prioritas skema pendanaan Just Energy Transition Partnerhsip (JETP).
Di dalam dokumen Investasi dan Kebijakan Komprehensif atau comprehensive investment and policy plan (CIPP), pembangkit berkapasitas 969 MW ini akan dipangkas umurnya lima tahun lebih awal sehingga hanya akan beroperasi sampai 2037 dari yang sebelumnya sampai 2042.
Proyek ini diestimasikan membutuhkan investasi senilai US$ 870 juta atau setara Rp 13,48 triliun (kurs Rp 15.500 per dolar AS).
Baca Juga: Nilai Jumbo Komitmen Pendanaan Transisi Energi Berkeadilan, Kebanyakan Utang
Direktur Utama Bukit Asam, Arsal Ismail menyatakan pemensiunan PLTU Pelabuhan Ratu masih berproses dengan pemerintah. “Dalam hal ini kita masih menunggu arahan dari pemerintah,” ujarnya ditemui di Gedung DPR RI, Senin (27/11).
Arsal mengakui proses uji kelayakan pun hingga saat ini masih terus dilakukan dengan PLN.
Saat dikonfirmasi, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jisman P Hutajulu menyatakan saat ini proyek pensiun dini PLTU Pelabuhan Ratu masih dalam pembahasan. Adapun pemerintah masih fokus pada proyek PLTU Cirebon 1 terlebih dahulu.
“Baru PLTU Cirebon dulu. (PLTU Pelabuhan Ratu) masih dibahas,” ujarnya dihubungi terpisah.
Hanya saja, dirinya tidak memerinci terkait pembahasan tersebut sudah sejauh apa.
Sebelumnya, Kementerian ESDM menyatakan sedang mengkaji terkait regulasi khususnya untuk pengalihan aset dan penetapan kontrak jual beli listrik atau power purchase agreement (PPA). Diharapkan proyek ini bisa mendapatkan pendanaan dari skema JETP.
Di luar dua pembangkit itu, Pemerintah dan PT PLN telah sepakat proyek suntik mati PLTU akan bersifat kondisional.
“(Akan berjalan) apabila ada pendanaan dan tidak mengganggu keandalan sistem,” ujar Jisman dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (15/11).
Dia menjelaskan, pemensiunan dini akan dilakukan ketika pendanaan tersedia dan cukup, “Jika tidak ada uangnya, gimana kita mau (pensiunkan),” ujarnya.
Baca Juga: Indonesia Kembali Negosiasikan Pendanaan Pemensiunan Dini PLTU ke AS
Maka itu, pemerintah memilih tidak terlalu fokus pada program suntik mati PLTU atau berharap lebih pada pendanaan internasional. Berdasarkan perhitungan teknis Kementerian ESDM, jika PLTU langsung dimatikan saat pembangkit EBT belum siap, keandalan listrik bisa terganggu.
“Nanti kalau langsung phasing out, listrik di rumah bisa padam,” tegasnya.
Maka itu, Kementerian ESDM bersama PLN telah menyepakati satu skenario yang lebih fokus berperang pada emisi, bukan pembangkit.
Jisman menjelaskan, sebelum depresiasi selesai dan kontrak jual beli listrik (PPA) habis, penanggulangan emisi di PLTU dapat dilakukan dengan menurunkan perlahan-lahan penggunaan listriknya.
Baca Juga: Tidak Suntik Mati PLTU, Pemerintah Pilih Lakukan Opsi Ini
“Kita kan sudah ada PLTU 48 GW, kta sudah sepakati phassing down, nanti kita akan turunkan share-nya sampai dia berakhir PPA-nya,” jelasnya.
Ketika depresiasi sudah lunas dan umur pembangkit masih bisa tersisa untuk tetap beroperasi, PLTU tetap bisa dioperasikan melalui modifikasi dengan sumber energi lain seperti hidrogen hijau, ammonia, biomassa, hingga carbon capture storage (CCS) sehingga tidak menghasilkan emisi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News