kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.942.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.395   -20,00   -0,12%
  • IDX 6.907   -61,50   -0,88%
  • KOMPAS100 997   -14,27   -1,41%
  • LQ45 765   -9,88   -1,28%
  • ISSI 225   -2,18   -0,96%
  • IDX30 397   -4,54   -1,13%
  • IDXHIDIV20 466   -5,69   -1,21%
  • IDX80 112   -1,62   -1,42%
  • IDXV30 115   -1,15   -0,99%
  • IDXQ30 128   -1,29   -0,99%

Shell dikabarkan bakal jual PI di Blok Masela, ini kata praktisi dan pengamat migas


Minggu, 19 Juli 2020 / 15:08 WIB
Shell dikabarkan bakal jual PI di Blok Masela, ini kata praktisi dan pengamat migas
ILUSTRASI. Logo Shell


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kabar bakal hengkangnya Royal Dutch Shell dari proyek Lapangan Gas Abadi masih menjadi sorotan. Pemegang hak partisipasi atau Participating Interest (PI) Blok Masela sebanyak 35% dikabarkan mengincar dana senilai US$ 2,2 miliar dari proses divestasi hak partisipasi nya tersebut.

Praktisi Minyak dan Gas (Migas) Tumbur Parlindungan mengatakan, divestasi yang dilakukan oleh perusahaan migas sejatinya merupakan suatu langkah korporasi yang lumrah. Menurut dia, hal itu biasanya dilakukan ketika suatu proyek sudah tidak sesuai dengan tujuan portofolio perusahaan atau sedang dalam kebutuhan yang mendesak dari sisi finansial.

Sedangkan terkait dengan perhitungan nilai dari hak partisipasi yang akan didivestasikan, Tumbur menyebut bahwa skema penghitungannya tergantung dari kesepakatan perusahaan yang akan melepas dan mengambil alih. Tentu dengan mempertimbangkan potensi dari proyek atau wilayah kerja yang hak partisipasinya akan dilepas.

Baca Juga: Shell jual 35% saham Masela US$ 2,2 miliar, mohon maaf! Pertamina tidak tertarik

"Skema perhitungan setiap perusahaan memiliki kriteria yang berbeda, juga termasuk rezim fiskal dan tax strukture dari blok yang akan didivestasi (menjadi petimbangan). Harga yang ditawarkan tergantung dari objektif masing-masing perusahaan yang jual dan beli," kata Tumbur saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (19/7).

Jika Shell benar hengkang dari Blok Masela, bukan tak mungkin Final Investment Decision (FID) bakal mengalami penundaan. Akibatnya, project development akan ikut tertunda dan dampaknya membuat jadwal produksi menjadi mundur dari yang direncanakan.

Namun dia menyebut, keberlanjutan proyek gas Masela akan bergantung dari banyak faktor. Mulai dari kondisi pasar serta harga minyak dan LNG, faktor keekonomian proyek, serta dukungan dari pemerintah termasuk SKK Migas.

"Itu semua juga tergantung dari operator dan pemilik partisipasinya. Kalau semua faktor internal and external mendorong mereka untuk FID, SKK Migas dan pemerintah mempunyai peran untuk membantu pelaksanaan development tadi," sambungnya.

Dihubungi terpisah, pengamat migas dari Universitas Trisaksi Pri Agung Rakhmanto mengungkapkan bahwa skema dan harga dari PI yang akan dilepas atau dialihkan bisa dengan kesepakatan business to business (b to b). Namun, Pri menegaskan, pengalihan PI dalam kontrak migas harus dengan persetujuan dari Menteri ESDM setelah sebelumnya mendapat pertimbangan teknis dari SKK Migas.

"Tergantung pada ada yang berminat untuk mengambil alih PI itu atau tidak. Jika misalnya ada, tergantung pada evaluasi SKK Migas dan nantinya apakah mendapat persetujuan Menteri atau tidak. Aturannya demikian. PP hulu migas dan Permen ESDM 48/2017," ungkap dia. 

Terkait dengan kelanjutan proyek, Pri berpandangan bahwa terlepas dari adanya Shell atau tidak, hal yang lebih penting dalam tahapan pengembangan Blok Masela sebetulnya adalah kontrak jual beli gas (PJBG/GSA). "Tanpa itu, pengembangan Masela tidak akan dapat berlanjut," tegas dia.

Sebelumnya Kontan.co.id memberitakan, Shell mengincar dana senilai US$ 2,2 miliar dari proses divestasi 35% hak partisipasinya itu. Besaran angka itu dipaparkan oleh lembaga riset Rystad Energy.

Baca Juga: Hengkang dari Blok Masela, Shell bakal jual sahamnya senilai US$ 2,2 miliar?

Kendati demikian, Rystad memperkirakan akan sulit bagi Shell mendapatkan pembeli sekalipun Proyek Masela yang terletak dekat dengan pasar Asia. Terlebih lagi, Blok Masela belum memasuki fase pengembangan.

Direktur Penelitian Asia Pasifik Wood Mackenzie Andrew Harwood menjelaskan, kabar mundurnya Shell bukanlah hal baru. Pasalnya di 2019 silam, isu yang sama sempat beredar. Namun, rencana pelepasan hak partisipasi itu dianggap jauh lebih kompleks dari isu sebelumnya.

Sementara itu, Satuan kerja Khusus Pelaksana kegiatan usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memproyeksikan, pembahasan divestasi Shell atas Blok Masela jika terus berlanjut akan rampung di 2021 mendatang.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto bilang, proses pembahasan divestasi masih dalam tahap awal dan masih terus berlangsung. "Saya kira info divestasi masih awal, saya kira proses itu akan berjalan 1,5 tahun. Jika proses itu berlanjut paling lambat 2021 sudah harus selesai," ungkap Dwi dalam Konferensi Pers Virtual, Jumat (17/7).

Dwi pun belum bisa memastikan berapa besar hak partisipasi yang akan dilepas oleh Shell sebab proses pembahasan Shell dan Inpex Corporation masih berjalan. Ia memastikan, dari laporan yang diterima SKK Migas alasan mundurnya Shell murni karena Masela tak masuk dalam review portfolio global oleh Shell.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×