kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Siap salip Amerika Serikat, Indonesia berpotensi rajai pemanfaatan listrik panas bumi


Senin, 31 Agustus 2020 / 13:36 WIB
Siap salip Amerika Serikat, Indonesia berpotensi rajai pemanfaatan listrik panas bumi
ILUSTRASI. Pembangkit listrik panas bumi


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Anna Suci Perwitasari

Dalam suatu webinar beberapa waktu lalu, Ida sempat menyebut bahwa pemerintah bakal memberikan insentif untuk mengurangi risiko pengembang sehingga harga listrik pun bisa ditekan. Salah satu bentuk insentif yang disoroti ialah kompensasi yang akan diberikan pemerintah atas biaya eksplorasi pengembang.

Namun, Ida menekankan, kompensasi ini akan diberikan untuk pengembang yang sudah mendapatkan Izin Panas Bumi (IPB) tetapi belum melakukan kontrak jual-beli listrik Power Purchase Agreement (PPA) dengan PLN. Sebab, harga listrik yang ada di Perpres ini mengacu pada WKP baru yang sudah terlebih dulu dilakukan eksplorasi oleh pemerintah.

"Nah, bagaimana dengan WKP yang sudah kita berikan IPB kepada pengembang, tapi mereka belum ber-PPA dengan PLN? Inilah yang akan diberikan kompensasi biaya eksplorasi, karena mereka akan melakukan eksplorasi sendiri," jelas Ida.

Baca Juga: Pemerintah anggarkan Rp 89,6 triliun per tahun untuk tangani perubahan iklim

Selain kompensasi pada biaya eksplorasi tersebut, Kementerian ESDM juga mengusulkan adanya kompensasi jika tarif yang ada di perpres lebih tinggi dari biaya pokok penyediaan (BPP) pembangki listrik di wilayah.

"Bila tarif di dalam rancangan perpres ini lebih tinggi dari BPP, pemerintah akan membayar gap antara BPP dengan tarif yang ada di rancangan perpres ini. Ini salah satu insentif yang kami usulkan," ujar Ida.

Bentuk insentif lain yang bakal diberikan seperti peningkatan kualias data melalui pengeboran eksplorasi yang dilakukan oleh pemerintah. Dengan ini, risiko eksplorasi bakal berkurang, lantaran pelaku usaha sudah memiliki gambaran potensi sumber daya di WKP yang ditawarkan.

"Sehingga WKP bisa segera dikembangkan. Ini mempercepat, misalkan yang tadinya butuh waktu 10 tahun (pengembangan panas bumi hingga beroperasi/COD) nanti paling lama lima tahun sudah COD. Kami harapkan begitu," ujar Ida.




TERBARU

[X]
×