Reporter: Vina Elvira | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan pentingnya dukungan PT PGN Tbk (PGAS) untuk memperluas pangsa pasar gas bumi demi mengamankan Indonesia dari voltalitas energi dan dapat seimbang dengan upaya SKK Migas bersama K3S menjaga minat investasi di sektor hulu migas.
Head of Oil and Gas Comercialization Division SKK Migas Rayendra Siddik mengatakan, energy security atau ketahanan energi menjadi fokus utama setiap negara di tengah dinamika global yang terkena impact dari gejolak geopolitik.
Di samping mengamankan energi domestik, Indonesia pun berada di masa transisi energi sehingga tak meluputkan perhatian agar dinamika yang ada tidak berdampak signifikan terhadap upaya transisi energi.
“Setelah infrastruktur gas bumi tersedia, PGN bisa membawa gas bumi dari Jawa Timur ke Jawa Barat yang sangat membutuhkan gas. Peran PGN juga diperlukan dalam percepatan infra WNTS-Pemping untuk membawa gas dari Natuna ke pasar domestik,” ujar Rayendra, dalam keterangan resmi, Minggu (26/5).
Baca Juga: Kilang Pertamina Internasional Unit Balikpapan Berhasil Atasi Kejadian di Kilang
Direktur Logistik & infrastruktur Pertamina Alfian Nasution berharap agar PGN sebagai Subholding Gas Pertamina dapat meningkatkan kontribusi melalui pengembangan jargas rumah tangga untuk impor LPG serta kerjasama dengan subholding lain untuk ketahanan energi.
“Cara mengurangi impor LPG dengan dengan menambahkan pengunaan gas bumi dalam energi, termasuk rumah tangga dan industrial. Dukungan pemerintah kami harapkan untuk membangun jargas lebih banyak,” imbuh Komisaris Utama PGN, Amien Sunaryadi.
Peran gas juga menjadi tantangan bagi Pertamina di masa transisi sekaligus mengisi strategi low carbon Pertamina. Beberapa pembangkit di refinery atau upstream dicanangkan akan menggunakan gas, sehingga PGN punya peran utama untuk ketersediaan gasnya.
Menurut Alfian, energi fosil akan mencapai puncak pada 2030, diprediksikan NRE seperti matahari angin biofuel akan memiliki 40-45% dari total kebutuhan energi. Meski demikian, kebutuhan gas tetap meningkat, sehingga menjadi potensi besar bagi PGN dalam menggarap transisi energi.
Direktur Utama PGN Arief Setiawan Handoko menambahkan, support dari berbagai pihak menambah masukan yang berarti bagi PGN. Apalagi untuk dalam antisipasi perkembangan makro dan global terkait energi fosil utamanya gas di masa transisi saat ini.
Untuk itu, kami berkomitmen untuk menyambungkan infrastruktur. Wilayah timur sama sekali tidak ada pipeline, sehingga harus ada model lain yakni beyond pipeline. PGN akan senantiasa menjalankan penyaluran gas dan menjaga reability,” tambahnya.
PGN juga melihat dalam konteks infrastruktur gas bumi di Indonesia bagian Timur, diperlukan logistik scheming yang lebih. Salah satunya dengan shipping untuk bisa bergerak mendukung transisi energi yang lebih sustain, apalagi Indonesia kondisi geografi Indonesia sebagai negara kepulauan.
Baca Juga: Ini Alasan Proyeksi Lifting Migas 2025 Turun Jadi 580.000 Bph
Peluang pemanfaatan gas bumi di masa transisi akan PGN ambil dengan integrasi infrastruktur eksisting agar semakin berkembang. Dengan integrasi akan dapat memenuhi kebutuhan demand-demand di kota-kota baru, kawasan-kawan industri, transportasi melalui CNG dan transportasi laut.
Selain itu, mengejar agreasi dengan memenuhi kebutuhan gas bumi di sektor pembangkis listrik, refinery milik Pertamina, dan anchor buyer lainnya.
Mangesh Patankar, Vice President Gas and LNG Consulting Wood Mackenzie mengungkap bahwa setiap negara memiliki skema tersendiri dalam mengamankan energinya. Aspek affordability energy suatu negara berperan penting sekaligus kritikal, karena aspek ini juga menentukan bagaimana setiap negara bergerak untuk menuju target Net Zero Emission.
“Pada akhirnya nanti bagaimana energy mix dapat diseimbangkan dengan affordability energi yang sudah ada,” kata Mangesh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News