Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina Hulu Energi (PHE) akan mengubah skema kontrak 4 blok minyak dan gas bumi (migas) dari gross split menjadi cost recovery. PHR secara resmi telah mengajukan permohonan perubahan skema kontrak bagi hasil dari gross split menjadi cost recovery di 4 blok migas yang dikelola, antara lain Blok Offshore Southeast Sumatera (OSES), Offshore North West Java (ONWJ), Attaka, dan Tuban East Java.
Direktur Utama PHE Chalid Said Salim menuturkan, permohonan pengajuan pindah skmea kontrak telah didiskusikan bersama dengan pemerintah sejak 2023 dan proposal resminya baru diajukan awal tahun ini.
"Diskusinya sejak lama, tapi baru di-submit resmi awal tahun," kata Chalid di kompleks DPR, Rabu (13/3).
Baca Juga: Target Produksi Minyak 1 Juta Barel pada 2030 Optimistis Tercapai
Ia menambahkan, pengubahan alih skema dari gross split menjadi cost recovery dilakukan untuk mendukung keekonomian lapangan yang telah berusia tua.
Sementara itu, Deputi Eksplorasi, Pengembangan dan Manajemen Wilayah Kerja, SKK Migas, Benny Lubiantara mengatakan, PHE sudah mengajukan usulan migrasi kontraks Gross Split (GS) di 4 Wilayah Kerja kembali ke skema Kontrak Cost Recovery (CR) ke SKK Migas.
"Kami sudah berdiskusi dan memahami kebutuhan tersebut. Namun, kami juga meminta agar PHE memperbaiki proposal tersebut dengan menambahkan justifikasi yang lebih komprehensif, mengingat migrasi kontrak ini merupakan perubahan yang prinsipil," kata Benny saat dihubungi KONTAN, Minggu (17/3).
Ia menuturkan, PHE memang sudah mengajukan proposal tetapi SKK Migas melihat perlu diperbaiki proposalnya, tidak ujug-ujug mengajukan proposal migrasi dari Gross Split ke Cost Recovery semata-mata karena proyek ke depan tidak ekonomis atau migrasi tersebut dalam rangka men-unblock potensi sumber daya di wilayah kerja tersebut.
Benny menambahkan bahwa proposal tersebut perlu dielaborasi lebih jauh, kenapa baru sekarang PHE berbondong-bondong pindah kembali ke Cost Recovery, padahal ada WK eksisting yang minta pindah tersebut dari awal saat alih kelola dengan skema Gross Split 5 tahun lalu bagian bersih kontraktor (Net contractor share) sudah negatif.
Menurut Benny, kegiatan maintenance fasilitas di beberapa WK lain juga jadi terhambat dengan Skema Gross Split saat ini yang tentunya berdampak ke produksi dan lain-lain.
“Jadi Proposal harus komplit dengan kronologis, Pros & Cons dan lain-lain," sambung Benny.
Berdasarkan implementasi skema Gross Split selama lebih kurang 7 tahun, SKK Migas melihat bahwa memang Terms & Conditions (T&C) GS saat ini tidak menarik.
Baca Juga: Pertamina Berkontribusi 68% Produksi Minyak Mentah Nasional
“Jadi bukan Gross Split-nya yang salah karena skema tersebut juga dikenal di beberapa negara, yang jadi masalah itu T&C skema Gross Split kita saat ini yang disainnya jelek atau tidak menarik," tutur Benny.
Implikasinya, kata Benny, untuk proyek ke depan bahkan di beberapa kasus untuk me-maintain produksi saat ini pun tidak ekonomis.
Benny berharap pihak yang menjalankan skema Grpss Split selama ini seperti PHE juga harus terbuka menyampaikan kendala yang dihadapi supaya ada sharing pengalaman dari pelaku langsung.
"Sehingga publik juga tidak bingung dan misleading kenapa pada berbondong bondong minta kembali ke skema CR," tandas Benny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News