Reporter: Handoyo | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk benih sawit dinilai akan memberatkan bagi para produsen lokal. Selain menimbulkan kerumitan, penerapan SNI wajib bagi produsen benih lokal tersebut akan mengakibatkan harga jual ikut terkerek.
Tony Liwang, Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Produsen Benih Sawit Indonesia (FKPBSI) mengatakan, konsekuensi kenaikan harga tersebut tidak dapat dihindari karena biaya sertifikasi SNI, uji petik sampling dan validasi data akan dilimpahkan ke harga jual bila sudah tidak bisa ditoleransi lagi. "Suka tidak suka ada biayanya," ujar Tony, Rabu (12/2).
Catatan saja, saat ini harga benih sawit yang dihasilkan oleh produsen lokal rata-rata dihargai Rp 9.000 per benih kecambah. Dari harga jual tersebut, biaya produksi langsungnya sebesar Rp 1.000 per benih kecambah.
Dengan penerapan SNI wajib untuk benih sawit lokal tersebut, Tony masih belum dapat mengkalkulasikan berapa persen peningkatan harga jualnya. Hal tersebut dikarenakan biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk melengkapi SNI tersebut belum ada.
Dibandingkan dengan benih sawit lokal, harga benih sawit impor lebih rendah. Tony bilang, untuk harga benih sawit impor asal Malaysia misalnya saat ini dihargai sekitar Rp 8.000 per benih kecambah.
Tony menambahkan, pelaksanaan SNI wajib bagi benih sawit tersebut harus melalui masa transisi. "Harus ada transisi sosialisasi kepada konsumen. Setidaknya bila SNI tersebut diberlakukan waktu yang tepat adalah di awal tahun 2015 mendatang," kata Tony.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News