Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah tidak tergesa-gesa mengambil keputusan terkait pembentukan perusahaan induk dua BUMN migas yakni PT Pertamina (Persero) dan PGN.
Anggota Komisi VI DPR Siti Mukaromah mengatakan, pembentukan holding Pertamina-PGN ini berdampak besar bagi perekonomian dan hajat hidup orang banyak, sehingga pemerintah mesti mengkajinya secara komprehensif dan hati-hati, serta berkonsultasi dulu dengan DPR.
Menurut dia, setidaknya ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam pembentukan holding Pertamina-PGN. Pertama, PGN merupakan perusahaan terbuka yang 43% sahamnya dimiliki publik, sementara Pertamina bukan perusahaan terbuka.
"Jadi, kalau di holding belum tentu mendapat tanggapan positif dari pemilik saham dan bisa jadi bumerang bagi PGN yang kini berkinerja cukup baik dan berkontribusi cukup besar bagi negara," ujarnya melalui pesan tertulis, Senin (29/8).
Lalu, lanjut politisi PKB tersebut, hingga saat ini, belum ada peta jalan (road map) tata kelola migas, sehingga tidak terlihat apakah holding Pertamina-PGN itu diperlukan atau tidak.
Kemudian, dari sisi payung hukum, menurut Siti, saat ini, RUU BUMN sebagai revisi UU No 19 Tahun 2003 masih dalam pembahasan di Komisi VI DPR. "Artinya, aturan terkait perusahaan induk BUMN belum ada payung hukumnya," katanya.
Kalau mengacu pada UU 19/2003, tambahnya, maka pembentukan holding akan tersandung beberapa persoalan seperti status PGN yang akan berubah menjadi perusahaan non-BUMN.
"Dengan perubahan status itu, maka semestinya tidak begitu saja dibentuk holding. Apalagi PGN yang sahamnya sudah terbuka," ujarnya.
Siti juga mengatakan, pembentukan holding Pertamina-PGN harus melalui konsultasi dengan DPR, karena pendanaannya lewat APBN.
"Sampai kini, rencana holding PGN-Pertamina ini belum dikonsultasikan ke DPR," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News