kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Soal PCR dan rapid test, Kemenhub menjalankan aturan sesuai SE Gugus Tugas


Minggu, 07 Juni 2020 / 16:48 WIB
Soal PCR dan rapid test, Kemenhub menjalankan aturan sesuai SE Gugus Tugas
ILUSTRASI. Calon penumpang harus tes PCR atau rapid test sebelum naik pesawat.


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tetap fokus menjalankan aturan penerbangan bagi maskapai sesuai dengan surat edaran dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kriteria Pembatasan Perjalanan Orang Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, sebagaimana telah diubah dalam SE Nomor 5 Tahun 2020.

Dalam hal ini, Kemenhub berada pada posisi menjalankan aturan tersebut secara teknis meskipun kritik dari berbagai pihak terus bermunculan. Salah satu yang tengah menjadi sorotan adalah aturan pemerintah terkait tes polymerase chain reaction (PCR) bagi calon penumpang.

Salah satunya pihak maskapai yang keberatan dengan kebijakan ini karena tes PCR dan rapid test dinilai lebih mahal ketimbang harga tiket pesawat. Ini bisa berdampak pada minat masyarakat memakai angkutan udara yang sudah terpuruk karena corona.

Baca Juga: Siap-siap, dokumen perjalanan penumpang pesawat akan dicek lewat aplikasi digital

Asal tahu saja, calon penumpang perlu merogoh kocek Rp 1,8 juta-Rp 2,5 juta untuk sekali tes PCR dan Rp 300.000-Rp 500.000 untuk rapid test. Harga ini dianggap jauh lebih mahal dari harga tiket pesawat yang dibeli calon penumpang.

Sesuai dengan surat edaran Gugus Tugas nomor 5 tahun 2020, masyarakat diberi pilihan untuk menggunakan tes PCR, rapid test atau surat keterangan bebas gejala influenza jika di wilayahnya tidak tersedia fasilitas PCR dan rapid test.

Stafsus Kementerian Perhubungan Adita Irawati menyatakan, saat ini yang menjadi tujuan utama adalah memutus mata rantai penularan Covid-19 sehingga syarat kesehatan menjadi prioritas utama. Kementerian Perhubungan telah berkoordinasi dengan berbagai pihak khususnya stakeholders di transportasi dan juga dengan pihak Gugus Tugas sebagai pihak yang mengatur syarat dan kriteria penumpang yang boleh bepergian.

Menurut Adita, masukan dari berbagai pihak akan menjadi pertimbangan dalam menyusun kebijakan selanjutnya. "Kementerian Perhubungan tetap fokus dalam penyediaan prasarana dan sarana transportasi yang mengedepankan protokol kesehatan, dengan tetap mempertimbangkan agar semua stakeholders khususnya operator transportasi dapat terus melayani dengan baik," ujar Adita kepada Kontan.co.id, Minggu (5/6).

Baca Juga: Dirut Garuda Indonesia (GIAA) minta aturan protokol penerbangan dilonggarkan



TERBARU

[X]
×