Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wacana kewajiban pasokan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) minyak sawit mentah (CPO) mulai bergulir. Setelah dikabarkan Pertamina telah mampu memproduksi Biodiesel 100 atau B100 yang seratus persen bahan baku dari nabati.
Pertamina meminta pemerintah dapat membuat aturan DMO seperti halnya DMO batu bara untuk PLN (Persero). Hal ini guna menjaga keberlangsungan ketersediaan pasokan CPO dengan harga jual yang lebih murah dari harga ekspor.
Baca Juga: Begini tanggapan Mahkota Group (MGRO) soal kebijakan DMO minyak sawit
Menanggapi hal tersebut, Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menilai keberadaan DMO untuk minyak sawit mentah tidak tepat. "Karena saat ini suplai CPO itu masih melimpah," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (16/7).
Lebih lanjut ia bilang, kebijakan DMO hanya efektif apabila suplai dari produksi lokal masih kurang. Sementara saat ini Joko menerangkan produksi CPO di Indonesia mencapai 47 juta ton setiap tahunnya, sedangkan serapan untuk biodiesel cenderung kecil hanya 9,5 juta ton.
Menurut Gapki seandainya B100 langsung diterapkan, tidak serta merta mampu menyerap produksi minyak sawit mentah nasional. Sebab diprediksi produksi CPO di Indonesia dalam lima tahun mendatang juga masih terus meningkat.
Soal harga yang diyakini akan berbeda dengan harga ketika ekspor, Joko belum dapat memberikan komentar. Sementara itu Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menilai wacana kebijakan DMO tak boleh terburu-buru, harus ada riset dan perhitungan yang tepat.
"Perlu kajian yang terpadu oleh Pemerintah. Jika dianggap sudah baik kajian nya, bisa dimulai dengan CPO hasil PTPN terlebih dahulu, karena lebih mudah pengaturannya," sebutnya kepada Kontan.co.id, Kamis (16/7).
Baca Juga: Agar produksi bahan bakar 100% sawit jalan terus, Pertamina minta ada DMO Sawit
Sedangkan produsen minyak sawit, PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) menyambut baik gerakan biofuel dari pemerintah. Jika di masa depan sudah akan diterapkan B100, perseroan merasa tak masalah untuk menyuplai kebutuhan tersebut.
Michael Kesuma, Head of Investor Relations SGRO mengatakan kebutuhan CPO tersebut akan semakin meningkatkan permintaan di dalam negeri. Adapun mengenai wacana kewajiban pasokan dalam negeri (DMO), manajemen merasa tak keberatan.
"Jangankan DMO, waktu aturan tarif pungutan ekspor saja kami lakukan. Tujuan utamanya saya lihat selain memproduksi bahan bakar ramah lingkungan, juga dapat memberikan manfaat bagi penyerapan industri," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (16/7).
SGRO selama ini diketahui seluruh produksi sawitnya memang menyasar pasar lokal, dan sudah tidak menggarap pasar ekspor. Menurut, Michael keputusan menjual ke pasar lokal ini sudah dijalankan sekitar 10 tahun terakhir.
Soal harga, ada anggapan bahwa harga di tingkat domestik tidak sebaik di pasar global. Menurut Michael perkara harga selalu fluktuatif, ada kalanya di pasar domestik harga lebih baik ketimbang harga ekspor. Jika nanti ada penentuan harga, perusahaan berharap produsen dapat diikutsertakan dalam menegosiasikannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News