Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. NAM Air, maskapai bentukan Sriwijaya Air berencana memakai armada buatan anak bangsa yang saat ini tengah dikembangkan oleh PT Regio Aviasi Industri R80. Menurut Direktur Utama Sriwijaya Air Chandra Lie, pihaknya yakin dengan produk dalam negeri ini dan ingin menjadikan NAM sebagai maskapai pertama yang menggunakan R80.
“Pada saat launching NAM Air besok kita juga akan menandatangani kontrak pemesanan 50 R80 plus 50 pesawat lagi sebagai opsi tambahan,” papar Chandra.
Selain berkomitmen untuk mendukung produksi dalam negeri, Sriwijaya Air juga berkomitmen kuat untuk melatih sendiri para pilot dan kru kabinnya. Seperti diberitakan sebelumnya, hampir semua lulusan NAM Flying School langsung diserap oleh Sriwijaya Air.
“Kami butuh pilot 28 set per tahun, karena target kami tiap tahun tambah tujuh pesawat, satu pesawat perlu 4 set pilot. Belum lagi untuk NAM ini kami butuh lebih banyak lagi pilot karena target kami 10 pesawat per tahun,” ujarnya.
Seperti diketahui PT Regio Aviasi Industri (RAI) menggandeng lima maskapai nasional untuk mengembangkan pesawat komersial R80. Kelima maskapai itu antara lain Merpati, Citilink, Wingsair, Sky Aviation, dan Kal Star.
Komisaris PT Regio Aviasi Industri Ilham Habibie mengungkapkan, pengembangan pesawat R80 tersebut membutuhkan masukan dari kelima maskapai tersebut. Masukan itu di antaranya mengenai kemampuan pesawat, desain interior, mesin, kargo, kondisi kokpit, dan sebagainya.
"Kami sudah mulai kick off meeting untuk membahas di Bandung dan pertemuan lainnya. Diharapkan masukan itu bisa membuat pesawat ini menjadi lebih baik," tutur dia.
Pengembangan pesawat R80 tersebut akan mempertahankan beberapa aspek pada pesawat N250 yang dibuat BJ Habibie. Namun begitu, lanjutnya, pesawat ini sekitar 70% berbeda dengan pesawat N250. "Misalnya, badan pesawat lebih besar dengan jumlah kursi bertambah dari 60-80 menjadi 80 kursi, mesin dan sistem pengendalian juga beda," tambah dia.
Menurut dia, penggunaan bahan bakar pesawat anyar ini diharapkan lebih ekonomis dibandingkan pesawat lainnya yang biasanya menghabiskan 50% bahan bakar. "Kami harap ini lebih hemat, karena faktor terbesar dari industri bergantung pada bahan bakar," terang dia.
Pesawat ini ditaksir bernilai US$ 500-600 juta, jauh lebih murah dibandingkan buatan Eropa yang di atas US$ 3 miliar. Pesawat R80 ini direncanakan dapat terbang perdana pada 2016 apabila proses sertifikasi laik terbang dari Kementerian Perhubungan telah terbit. Adapun penyerahan pesawat ini kepada pelanggan pertama pada 2018. "Pesawat ini berjenis komersial dan diharapkan dapat dipesan oleh lima maskapai tadi," tuturnya.
Adapun PT DI sebagai kontraktor utama dan mitra dalam menangani program sejak awal, perancangan, sertifikasi sampai dengan pembuatan pesawat serta serial dan melakukan pemasaran bersama. Kerja sama ini diharapkan menghasilkan pesawat dalam negeri pada 2018. "Kerja sama ini juga bertujuan mengembalikan kejayaan PT DI sebagai pembuat pesawat terbang," tandas dia. (Tribunnews.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News