Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Moody's Investor Service menurunkan peringkat PT Saka Energi Indonesia menjadi B1 dari Ba2. Pada saat yang sama Moody's juga memangkas peringkat obligasi senior tanpa jaminan menjadi B1 dari Ba2.
Tak hanya itu, Moody's juga mengubah outlook Saka Energi menjadi negatif. Salah satu faktor yang mengubah pandangan Moody's adalah potensi likuiditas Saka yang melemah.
Baca Juga: SKK Migas sebut bisnis eksplorasi migas penuh risiko
Ini karena keputusan Mahkamah Agung pada yang membuat Saka harus membayar US$ 127,7 juta kepada otoritas pajak sesuai keputusan Mahkamah Agung pada Januari 2020. Saka Energi telah membayar kewajiban tersebut pada 15 April 2020. Kewajiban pajak ini terkait pembelian 65% saham Blok Pangkah oleh Saka dari Hess Corporation pada tahun 2014.
"Pembayaran Saka ke otoritas pajak akan melemahkan posisi likuiditasnya di saat kondisi bisnis, harga dan pembatasan investasi yang sedang tidak mendukung. Hal ini juga akan memperburuk profil operasinya," jelas Vikas Halan, Senior Vice President Moody's dalam rilis pada Kamis (30/4).
Baca Juga: Kasus Blok Muriah, pengamat: Petronas harus patuhi kontrak
Tanpa pertumbuhan anorganik, Moody's memperkirakan hidup Saka dengan cadangan yang ada hanya kurang dari lima tahun. Belanja modal sebesar US$ 150 juta - US$ 200 juta pada tahun 2020 hanya akan memungkinkan perusahaan untuk fokus mempertahankan operasi yang ada di ladang minyak dan gas. Produksi Saka akan menurun menjadi 30-31 ribu barel minyak per hari (kboepd) pada 2020 dari 51,5 kboepd pada 2017.
Saka memang akan mendapat manfaat dari peningkatan hak kerjanya di blok gas Muriah hingga 100% dari 20% pada tahun 2020. Tapi Moody's memperkirakan, produksi dari blok gas akan kurang dari 1,5 kboepd mengingat tantangan operasional di bidang ini.
Dengan demikian, metrik kredit Saka akan tetap lemah selama 12-18 bulan ke depan. Arus kas ditahan dan disesuaikan/utang pada 8% -10% dan
EBITDA/bunga disesuaikan sekitar 4x-5x. Ini dengan proyeksi, Saka membayar kewajiban pajak penuh pada tahun 2020 menggunakan kas internal karena jalan hukum terus berjalan. Dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) akan mengamankan pinjaman jatuh tempo pada Januari 2021.
Batas harga gas di Indonesia US$ 6 per million british thermal units tidak akan material dan mempengaruhi pendapatan dan arus kas Saka. Moody's berharap Saka akan menerima kompensasi dari pemerintah untuk kekurangan meskipun ada ketidakpastian regulasi pada mekanisme dan proses penggantian.
Baca Juga: Saka Energi tinggal tunggu kontrak untuk kembali alirkan gas dari Kepodang
Perubahan pandangan dan peringkat atas Saka Energi ini mencerminkan bagaimana kepentingan PGN cukup penting. "Penurunan peringkat mencerminkan pandangan kami bahwa Saka memiliki kepentingan strategis bagi induk usahanya yakni PGN cukup besar," kata Vikas, pimpinan analis Moody untuk Saka.
Sejak Februari 2020, PGN merestrukturisasi dan merampingkan anak perusahaan yang fokus pada midstream dan hilir.
Sebelumnya, operasi hulu Saka Energi berfungsi sebagai sumber bahan baku untuk mengamankan pasokan pipa gas PGN. Sejak reorganisasi pada tahun 2018, kepentingan strategi PGAS di Saka menjadi berkurang. Ini terjadi karena pemerintah Indonesia mengalihkan kepemilikan saham PGAS ke Pertamina. Sementara produksi gas Pertamina sangat luas dan bisa memenuhi bahan baku pipa gas PGAS. Sehingga menggusur Saka yang juga biasa memasok gas ke PGN.
Baca Juga: Gabung dengan Holding Migas, PGN Bersiap Melepas Anak Usaha
Meski begitu Moody's menilai, Saka masih didukung induk usaha yang kuat jika default. PGN juga masih terlibat dalam keuangan dan manajemen operasi Saka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News