Reporter: Febrina Ratna Iskana | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berusaha meningkatkan rasio elektrifikasi. Salah satunya dengan meluncurkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 38 Tahun 2016 tentang Percepatan Elektrifikasi di Perdesaan Belum Berkembang, Terpencil, Perbatasan dan Pulau Kecil Berpenduduk Melalui Pelaksanaan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Skala Kecil. Dengan Permen tersebut diharapkan ada pembangunan sistem kelistrikan di 2.500 desa yang berada di perbatasan atau daerah terpencil.
Dalam beleid tersebut juga pemerintah membuka partisipasi pihak swasta untuk ikut membangun sistem kelistrikan di desa-desa tersebut. Pasalnya pemerintah telah menghitung kemampuan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk membangun listrik desa hanya mencapai sekitar 500 desa. Ini berarti masih ada 2.000 desa yang bisa dikelola oleh swasta.
Biarpun begitu, Ali Herman Ibrahim, Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) bilang, tidak semua badan usaha tertarik ikut dalam program 2.500 listrik desa tersebut. Ali menjabarkan jika rata-rata setiap desa tertinggal yang akan dibangun sistem listriknya berpenduduk 2.000 kepala keluarga, maka diperlukan listrik dengan daya 500 kilowatt (kw). Biaya investasinya mencapai Rp 15 miliar-Rp 20 miliar per desa.
Jika swasta yang berinvestasi maka akan menghitung pendapatan misalnya pendapatan per bulan per desa. Menurut Ali, jika badan usaha tidak diberikan insentif oleh pemerintah maka keuntungan yang didapat oleh badan usaha swasta tidak ada.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News