Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari
Jika rencana penghapusan rapid test virus corona untuk naik pesawat terealisasi, Maulana memproyeksikan pasti akan ada kenaikan permintaan di sektor pariwisata. Namun Maulana belum bisa memerinci angka pasti peningkatannya karena masih ada faktor lain yang mempengaruhi ekosistem berpergian seseorang.
"Namun bagaimanapun, kebijakan dihilangkannya kewajiban rapid test sudah menjadi pintu yang membuka untuk menggerakkan lagi ekonomi. Orang tidak ada hambatan untuk bergerak," kata Maulana.
Meski menurut PHRI peniadaan rapid test bakal berdampak positif bagi sektor pariwisata, pelaku usaha di bidang perhotelan maupun travel agent masih sangsi.
Baca Juga: Genjot pemulihan sektor pariwisata, Menko Luhut dorong wisatawan domestik
Dihubungi terpisah, Corporate Public Relations PT Grahawita Santika Prita Gero menjelaskan dampak kebijakan tersebut masih fifty-fifty ke okupansi hotel.
"Saat ini masih banyak ketidakpastian sehingga belum bisa dipastikan. Sejauh ini masyarakat masih takut berpergian karena kondisi yang masih belum aman," kata Prita.
Oleh sebabnya menurut Prita, peniadaan tersebut tidak serta-merta dapat menaikkan okupansi hotel.
Begitu juga dengan Direktur Utama PT Bayu Buana Tbk Agustinus Pake Seko yang menilai bahwa peniadaan rapid test untuk naik pesawat tidak banyak mempengaruhi sektor pariwisata.
Baca Juga: Sektor pariwisata terpuruk, kinerja Bayu Buana (BAYU) di paruh pertama tertekan
"Sebab saat ini yang terjadi bukan masalah buying power, masyarakat masih punya kemampuan belanja baik itu di segmen korporasi maupun ritel," kata Agustinus.
Dia menyatakan, saat ini segmen korporasi dan ritel masih memprioritaskan soal kesehatan dan keamanan di tengah pandemi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News