kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Syarat rapid test untuk naik pesawat ditiadakan, ini respon industri pariwisata


Kamis, 13 Agustus 2020 / 19:21 WIB
Syarat rapid test untuk naik pesawat ditiadakan, ini respon industri pariwisata
ILUSTRASI. rapid test Covid-19 di kawasan Bandara Soekarno Hatta


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gugus Tugas Penanganan Covid-19 berencana meniadakan syarat rapid test atawa polymerase chain reaction (PCR) test untuk penumpang maskapai penerbangan. Adanya kabar ini mendapat respon beragam dari sejumlah pelaku industri pariwisata. 

Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengapresiasi jika pemerintah meniadakan rapid test sebagai syarat naik pesawat. 

"Peniadaan tersebut akan menjadi dorongan untuk masyarakat kembali bergerak. Hal ini merupakan jawaban dari permasalahan bahwa melakukan pergerakan lewat transportasi udara itu biayanya tinggi karena ada kewajiban untuk melakukan tes dahulu," kata Maulana kepada Kontan.co.id, Kamis (13/8). 

Baca Juga: Kemenhub: SE Gugus tugas 9/2020 tetap jadi acuan penetapan syarat transportasi umum

Maulana bilang, saat ini bandara telah menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Seperti tetap menerapkan jaga jarak, menggunakan masker, dan pihak bandara juga melakukan pemeriksaan dokumen perjalanan udara (tracing). 

Selain itu, sistem sirkulasi udara di pesawat sudah wajib menerapkan teknologi HEPA (High-Efficiency Particulate Air atau penyaringan partikel yang kuat seperti sirkulasi udara di rumah sakit. Oleh karenanya potensi persebaran virus di dalam pesawat dapat ditekan. 

"ini sudah dimiliki oleh pesawat yang ada di Indonesia umumnya pesawat baru Boeing maupun Airbus," kata Maulana. 

Jika rencana penghapusan rapid test virus corona untuk naik pesawat terealisasi, Maulana memproyeksikan pasti akan ada kenaikan permintaan di sektor pariwisata. Namun Maulana belum bisa memerinci angka pasti peningkatannya karena masih ada faktor lain yang mempengaruhi ekosistem berpergian seseorang. 

"Namun bagaimanapun, kebijakan dihilangkannya kewajiban rapid test sudah menjadi pintu yang membuka untuk menggerakkan lagi ekonomi. Orang tidak ada hambatan untuk bergerak," kata Maulana. 

Meski menurut PHRI peniadaan rapid test bakal berdampak positif bagi sektor pariwisata, pelaku usaha di bidang perhotelan maupun travel agent masih sangsi. 

Baca Juga: Genjot pemulihan sektor pariwisata, Menko Luhut dorong wisatawan domestik

Dihubungi terpisah, Corporate Public Relations PT Grahawita Santika Prita Gero menjelaskan dampak kebijakan tersebut masih fifty-fifty ke okupansi hotel. 

"Saat ini masih banyak ketidakpastian sehingga belum bisa dipastikan. Sejauh ini masyarakat masih takut berpergian karena kondisi yang masih belum aman," kata Prita. 

Oleh sebabnya menurut Prita, peniadaan tersebut tidak serta-merta dapat menaikkan okupansi hotel. 

Begitu juga dengan Direktur Utama PT Bayu Buana Tbk Agustinus Pake Seko yang menilai bahwa peniadaan rapid test untuk naik pesawat tidak banyak mempengaruhi sektor pariwisata. 

Baca Juga: Sektor pariwisata terpuruk, kinerja Bayu Buana (BAYU) di paruh pertama tertekan

"Sebab saat ini yang terjadi bukan masalah buying power, masyarakat masih punya kemampuan belanja baik itu di segmen korporasi maupun ritel," kata Agustinus. 

Dia menyatakan, saat ini segmen korporasi dan ritel masih memprioritaskan soal kesehatan dan keamanan di tengah pandemi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×