kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tahun ini, industri alas kaki bakal lebih banyak investasi untuk relokasi


Rabu, 01 Januari 2020 / 14:58 WIB
Tahun ini, industri alas kaki bakal lebih banyak investasi untuk relokasi
ILUSTRASI. Suasana di pabrik alas kaki PT Sepatu Cemerlang Kreasi yang memproduksi sepatu merek Andre Valentino, Elle Paris dan Studio Nine Kampung Cukanggalih, Curug Tangerang, Banten, Kamis (28/4). Pada tahun 2020 investasi industri alas kaki di Indonesia akan leb


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) memproyeksikan pada tahun ini investasi industri alas kaki di Indonesia akan lebih banyak untuk relokasi dan penambahan kapasitas pabrik ke Jawa Tengah.

Direktur Eksekutif Aprisindo Firman Bakri mengatakan kalau berbicara investasi industri alas kaki, ada dua skema yang bisa terjadi. "Pertama, relokasi pabrik dari Banten ke Jawa Tengah. Meski judulnya relokasi tapi kan tetap saja ada investasi," jelasnya kepada Kontan.co.id, Senin (30/12).

Firman menjelaskan kalau dari perspektif relokasi, selama beberapa tahun ke belakang sudah terjadi. Tahun ini, proses relokasi akan terus bertambah.

Baca Juga: Ini Lima Tantangan Global yang akan Menghantui Ekonomi Indonesia di 2020

Skema kedua, ada juga peluang masuknya investasi dari China ke Indonesia. Firman menyatakan pasar di negara pesaing yakni Vietnam sudah jenuh. Tinggal Kamboja dan Bangladesh yang masih berpeluang menadah investasi dari luar. Meski demikian, Indonesia tetap punya peluang besar.

Firman mengakui, sampai dengan saat ini sudah ada satu perusahaan asing yang menyatakan komitmen untuk menanamkan modalnya di Indonesia. "Namun, sejauh ini masih dalam proses sehingga belum bisa diberitahukan berapa nilai investasinya," kata Firman.

Meski sudah ada sinyal positif investasi di industri alas kaki bertambah di tahun depan, Firman mengungkapkan banyak tantangan yang akan dihadapi industri ini. Tantangan terbesarnya adalah biaya tenaga kerja dan kemudahan berbisnis di Indonesia.

Mengenai biaya tenaga kerja, Firman menjelaskan, upah minimum ditetapkan naik sebesar 8,51% jika dibandingkan dari 2019. Upah Minimum Sektoral (UMSK) selama ini menjadi beban tambahan bagi industri khususnya padat karya dan berorientasi ekspor. Beban tersebut mengakibatkan industri tidak berdaya saing.

Di penghujung tahun 2019,  Gubernur Banten lewat surat keputusannya telah menetapkan adanya UMSK Kabupaten/Kota se-Provinsi Banten. Firman menilai Pemda (Provinsi dan Kabupaten/Kota) Banten tidak peka terhadap permasalahan industri. Ke depannya dipastikan Banten akan semakin ditinggalkan.

Baca Juga: Pemerintah optimistis realisasi investasi over target hingga Rp 809,6 triliun

"Daerah yang kompetitif akan mendapatkan berkah dari investasi baru. Apabila daerah baru ini belajar dari pengalaman di Banten yg ditinggal industri maka investasi dan bisnis akan bisa sustainable di daerah baru tersebut," tegasnya.

Selain harus membayar UMSK, Firman mengatakan, pengusaha juga harus membayar biaya lainnya seperti BPJS kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang ditanggung perusahaan.

Kemudian, tantangan lainnya adalah soal kemudahan berbisnis. Firman bilang, kendala perizinan dan tumpang tindih aturan sedang dilihat pelaku usaha.

Baca Juga: Selain omnibus law, ini sederet kebijakan ekonomi pemerintah yang dinanti tahun ini

Untuk industri berorientasi ekspor yang dilihat saat ini adalah perkembangan dari negosiasi  Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Firman menyebutkan, pesaing utama Indonesia di sektor manufaktur yakni Vietnam sudah bisa mengeksekusi IEU-CEPA di 2020 sedangkan Indonesia belum.

"Kalau Indonesia belum menuntaskan negosiasi dagangnya, tentu sulit menarik investasi ke dalam negeri," ujarnya.

Firman menyatakan, kunci penyelesaian masalah ini ada dua yakni omnibus law dan negosiasi dagang. Menurutnya yang terpenting bagaimana pemerintah bisa mempertahankan dan mengembangkan bisnis yang sudah ada saat ini.

Baca Juga: Investasi Jadi Kunci, Begini Jurus Pemerintah dan BI Mendorong Ekonomi 2020

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×