Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laporan keuangan PT Garuda Indonesa (persero) Tbk (GIAA) tahun lalu dipersoalkan dua komisarisnya. Pasalnya, GIAA memasukkan pendapatan dari perjanjian dengan PT Mahata Aero Teknologi dan pendapatan serta piutang PT Sriwijaya Air ke dalam tahun buku 2018.
Berdasarkan surat Chairal Tanjung dan Dony Oskaria tertanggal 2 April 2019 yang ditujukan kepada Direktur Utama GIAA. Kedua komisaris itu menolak laporan keuangan tahun lalu karena pendapatan Mahata sebesar US$ 239,94 juta. Selain itu juga mengakui pendapatan dan piutang PT Sriwijaya Air sebesar US$ 28 juta plus PPN US$ 2,8 juta.
Kondisi tersebut membuat GIAA berhasil membukukan laba tahun berjalan sebesar US$ 5,02 juta, padahal seharusnya perusahaan mengalami rugi US$ 244,96 juta. “Tetap (penolakan kami) tidak ada masalah, diambil voting dan (pemegang saham) semuanya disetujui,” ujar Chairal Tanjung, Komisaris GIAA di Jakarta, Rabu (24/4)
Melalui surat itu, keduanya menganggap laporan keuangan tahun lalu menimbulkan misleading yang dampaknya material karena mengubah posisi rugi signifikan menjadi laba. Selain itu, hal ini berpotensi besar untuk penyajian kembali laporan keuangan tahun buku 2018 yang dapat merusak kredibilitas perusahaan.
Dampak lainnya dari pengakuan pendapatan ini menimbulkan kewajiban perpajakan GIAA baik Pph maupun PPN yang seharusnya belum waktunya dan hal ini dapat menimbulkan beban cashflow bagi perusahaan.
“Laporan (keuangan) tidak berubah kan sudah diterima di RUPS, dengan catatan dua dissenting opinion komisaris itu saja secara hukumnya, kurang lebih begitu,” lanjutnya.
Sementara itu, PT Citilink Indonesia yang menandatangani Perjanjian Kerjasama Penyediaan Layanan Konektivitas Dalam Penerbangan dengan PT Mahata Aero Teknologi pada tanggal 31 Oktober 2018 beserta perubahannya menjelaskan sudah ada realisasi pemasangan wifi di dalam armadanya.
“Kami baru realisasikan satu (pesawat), tahun ini targetnya pasang delapan pesawat. Nantinya pesawat Garuda, Citilink dan Sriwijaya akan dipasang,” ujar Juliandra, Direktur Utama Citilink kepada Kontan.co.id.
Sedangkan Gatot Trihargo, Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Survei dan Konsultasi Kementerian BUMN menjelaskan dissenting opinion dari dua komisaris GIAA wajar karena berkaitan dengan fungsi pengawasan. “(dissenting opinion) Itu kekhawatiran seandainya itu tidak (berjalan), bagus juga masukannya,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News