Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tarif ekspor kian membangkak memberikan tekanan bagi pengusaha dalam melakukan ekspor lantaran berkurangnya frekuensi pelayaran.
Ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto menyebutkan pada awal-awal Covid-19 dengan diberlakukannya PSBB pertama itu ada penurunan kinerja pelayaran karena adanya penurunan volume muatan.
"Kondisi tentunya juga berdampak pada penurunan frekuensi pelayaran. Banyak kapal-kapal yang mengalami kesulitan mendapatkan muatan atau tidak mendapatkan kontrak kerja, sehingga harus idle," ujarnya kepada kontan.co.id, Kamis (3/12).
Kendati begitu, ia menyebutkan saat ini pelayaran sudah mulai kembali menuju pemulihan. Hal itu seiring adanya pergerakan orang dan barang yang dibarengi dengan beroperasinya pabrik-pabrik manufaktur.
"Hanya saja pemulihan ini memang belum maksimal, karena memang kami masih dalam ketidakpastian karena belum tahu pandemi ini kapan berakhir," sebutnya. Sayangnya, Carmelita belum menjelaskan terkait perkembangan frekuensi kapal saat ini.
Direktur Utama PT Samudera Indonesia Tbk Bani M. Maulana juga mengakui bahwa perusahaan turut melakukan pengurangan frekuensi kapalnya. "Iya, kami juga melakukan pengurangan frekuensi," sebutnya.
Baca Juga: Kontainer alami kelangkaan, kegiatan ekspor jadi terhambat
Lanjutnya, pengurangan frekuensi tersebut bermula dari penurunan volume ekspor - impor perdagangan global. Oleh karena itu, pelayaran melakukan penyesuaian kapasitas kapal & servis yang mana penyesuaian ini menurunkan kapasitas dengan salah satu caranya mengurangi frekuensi pelayaran.
Menurutnya, dengan menurunnya pergerakan kontainer dan terutama menurunnya impor juga, maka kesiapan kontainer kosong untuk kebutuhan ekspor pun menurun, sehingga terjadi kelangkaan. Sedangkan untuk melakukan pergerakan/pemindahan kontainer kosong tentu menjadi tertahan, karena kapasitas kapal dikurangi.
"Akibat kelangkaan kontainer dan juga space yg terbatas, maka otomatis harga freight menjadi meningkat," ujarnya.
Kenaikan tarif itu sendiri disebutnya terus berlangsung sejak kuartal II-2020 dan trennya masih terus menanjak. "Untuk kenaikan bervariasi tergantung destinasi & rute servis, tapi bisa di atas 150% hingga lebih dari 500%," terangnya.
Dengan ketidapastian kondisi saat ini, Bani mengaku belum bisa memproyeksikan frekuensi kapal akan meningkat kembali. Menurutnya, saat ini terjadi kongesti di beberapa pelabuhan-pelabuhan internasional sehingga cukup menantang untuk operasional.
"Penting untuk pelayaran jangan sampai kapal macet antri di pelabuhan karena biayanya sangat tinggi. Oleh karena itu lebih baik dikurangi dulu frekuensinya," tandasnya.
Selanjutnya: Kontainer langka, biaya ekspor impor membengkak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News