Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya pemerintah dalam mengelola tata niaga perunggasan dirasa belum maksimal dan belum berpihak pada peternak unggas mandiri.
Padahal Ketua Paguyuban Peternak Rakyat Nusantara (PPRN) Alvino Antonio menyebut dalam UU No.18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan pasal 29 ayat 5 mengamanatkan bahwa pemerintah berkewajiban untuk melindungi usaha peternakan dalam negeri dari persaingan tidak sehat di antara pelaku pasar.
Ia pun menilai selama ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai ujung tombak penyelesaian tata kelola unggas dinilai hanya sekadar menjalankan tanggung jawab dan tidak serius melindungi peternak rakyat.
Baca Juga: Bulog proyeksi stok cadangan beras pemerintah capai 1,4 juta ton hingga Mei
Menurut Alvino, seluruh tindakan Pemerintah sebagai bentuk pengendalian supply and demand unggas tidak didasarkan perlindungan bagi peternak rakyat. Sebagai contoh, harga DOC (Day Old Chicken) berkisar di Rp 7.500 dan kalau beli di pihak ketiga harganya lebih dari Rp 8.000. Sementara, acuan Permendag No.7 Tahun 2020 sekitar Rp 5.000-Rp 6.000.
“Kalau harga sesuai acuan, mungkin kami bisa bertahan. Harga DOC saja sudah selisih Rp 2.000. Belum harga-harga lain, seperti pakan, hingga harga jual yang tidak stabil. Gimana kami selalu tidak rugi,” ungkap Alvino dalam keterangannya ketika menyerahkan Nota Keberatan kedua terhadap Kementan, di lobby Gedung A, Kementerian Pertanian, Jakarta (29/3).
Sebelumnya, Alvino menyampaikan Nota Keberatan pertama kepada Kementan pada Senin, 15 Maret 2021. Alvino secara pribadi dan mewakili ratusan ribu peternak unggas mandiri menilai pemerintah gagal dan membiarkan peternak yang hanya memiliki kontribusi produksi perunggasan nasional 20% secara nasional merugi sekitar Rp 5,4 triliun sepanjang tahun 2019 dan 2020.
Baca Juga: Kemenkeu tengah berkoordinasi dengan Bulog soal anggaran beras
Ia pun menambahkan, pihaknya akan menempuh langkah ketiga dengan mengadu kepada Presiden RI Joko Widodo. Apabila Kementan tidak merespon permintaan ganti rugi untuk seluruh peternak dan mengubah kebijakan tata kelola unggas yang lebih berpihak kepada peternak unggas mandiri.
“Kami akan terus menuntut keadilan dan bukti perlindungan dari Kementan. Jika tidak digubris, kami akan menempuh langkah hukum lebih lanjut,” imbuh Alvino.
Sebelumnya Ketua Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) Kodrat Wibowo mengatakan, dugaan praktek kartel atau monopoli bisnis unggas harus disertai bukti dan fakta.
Diakui Kodrat, ada dua pemain utama (integrator) yang mendominasi bisnis unggas. Menurut Kodrat, disebut monopolisasi kalau bisa dibuktikan bersekongkol, berusaha mengatur semua hal. Terutama di hulu, mulai dari pangannya, DOC, mengatur kuantitas hingga harga jual di pasar.
Baca Juga: Kementan klaim semua komoditas pangan aman jelang Ramadan dan Idul Fitri
“Ada tuntutan peternak yang merasa di zolimi dan dirugikan. Bahwa ada dugaan monopoli di hulu, seperti pakan dan lain-lain. Sehingga membuat peternak mandiri kesulitan, karena peternak tidak punya pilihan selain (beli) di dua ini. Kedua, kita bilang saja, (kedua) integrator ikut menjual ayamnya di pasar domestik, tidak seperti yang diarahkan pemerintah untuk melakukan ekspor. Sehingga over supply dan harga jatuh. Dalam kacamata hukum tinggal (itu semua perlu) pembuktiannya. Harus (ada) data dan fakta tertulisnya,” kata Kodrat.
Terkait monopoli, Kodrat menjelaskan, kecenderungan monopoli diperbolehkan dengan dalih efisiensi produksi dan strategi pemasaran. Selama tidak mengarah pada praktek monopoli, yakni adanya persaingan yang tidak sehat yang menyebabkan pihak lain dirugikan.
Selanjutnya: Stok beras Bulog sudah mencapai 1 juta ton
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News