kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Tiga smelter anyar bakal beroperasi tahun ini


Kamis, 23 Mei 2019 / 18:33 WIB
Tiga smelter anyar bakal beroperasi tahun ini


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan akan ada tambahan tiga pabrik pemurnian dan pengolahan mineral (smelter) yang akan beroperasi tahun ini. Ketiga smelter itu terdiri dari dua smelter nikel dan satu smelter timbal.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, hingga tahun 2018 jumlah smelter eksisting yang berlabel Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus (IUP OPK) dari Kementerian ESDM berjumlah 20. Sehingga dengan tambahan tiga smelter baru ini, maka smelter yang bisa beroperasi hingga tahun 2019 berjumlah 23.

"Jadi smelter yang izinnya keluar dari kita (Kementerian ESDM) sudah ada 20 hingga 2018. Hingga akhir tahun ini kita targetkan sudah jadi 23," kata Yunus saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (23/5).

Adapun, ketiga smelter yang ditargetkan selesai pada tahun ini adalah fasilitas pemurnian bijih nikel menjadi Feronikel yang dimiliki oleh PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Smelter yang berlokasi di Halmahera Timur, Maluku Utara ini memiliki kapasitas input sebesar 1.219.945 ton bijih nikel untuk menghasilkan 64.655 ton Feronikel dengan kadar lebih dari 15%.

Selanjutnya, adalah smelter yang dibangun oleh PT Wanatiara Persada yang berlokasi diHalmahera Selatan, Maluku Utara. Yunus menyebut, smelter ini akan menggunakan empat line system Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) untuk memurnikan 2.200.000 ton bijih nikel yang dapat memproduksi 200.000 ton Feronikel dengan kadar lebih dari 15%.

Ketiga, adalah smelter komoditas timbal yang dibangun oleh PT Kapuas Prima Citra. Smelter yang berlokasi di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah ini akan memurnikan 36.000 konsentrat timbal yang dapat memproduksi 22.000 ton Bullion Timbal.

Sayang, Yunus enggan untuk membeberkan secara detail bagaimana progres terkini dari pembangunan ketiga smelter tersebut, dan kapan akan mulai bisa beroperasi.

Hanya saja, sebelumnya Kontan.co.id pernah memberitakan, bahwa menurut Direktur Utama Antam Arie Prabowo Ariotedjo, realisasi fisik pembangunan smelter Feronikel terbuse sudah mencapai 95% hingga Kuartal I 2019.

"Direncanakan pada Semester dua tahun ini pabrik feronikel Halmahera Timur dapat mulai beroperasi secara komersial," kata Arie.

Sementara menurut Direktur Keuangan Kapuas Prima Coal Hendra S. William, pembangunan fisik smelter timbal sudah rampung dan bisa segera diresmikan. "Rencana peresmian untuk smelter timbal akan dilakukan September 2019," ujarnya ke Kontan.co.id beberapa waktu lalu.

Sebagai informasi, smelter yang dimiliki oleh PT Kapuas Prima Coal Tbk itu adalah smelter timbal pertama di tanah air. Sedangkan smelter komoditas nikel menjadi yang paling dominan di antara komoditas lainnya.

Menurut data yang disampaikan Yunus, dari 20 smelter eksisting saat ini, 13 diantaranya adalah smelter nikel. Dua smelter komoditas tembaga, dua smelter bauksit, dua smelter besi, dan satu smelter mangan.

Yunus mengatakan, dalam pembangunan dan pengoperasian smelter ini dikelompokan dalam dua perizinan. Yakni IUP OPK dari Kementerian ESDM, dan Izin Usaha Industri (IUI) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). "Kalau digabungkan dengan smelter IUI, maka jumlah smelter eksisting (hingga 2018) berjumlah 27," ungkap Yunus.

Yunus bilang, hingga tahun 2022, smelter yang berlabel IUP OPK dari Kementerian ESDM ditargetkan bisa mencapai 60 smelter. Untuk mencapai taregt tersebut, Yunus mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan pengawasan yang ketat atas progres pembangunan smelter, yakni dengan memberikan teguran, peringatan, dan jika sudah tiga kali diperingati makan akan dilakukan pencabutan rekomendasi ekspor. "Hanya perusahaan yang serius bangun smelter yang dapat diperpanjang," katanya.

Sanksi Masih Berlaku

Adapun, menurut data per Februari 2019, Kementerian ESDM memberi sanksi terhadap enam perusahaan mineral yang progres pembangunan smelternya tidak memenuhi target. Lima diantaranya dijatuhi sanksi penghentian izin ekspor sementara, dan satu perusahaan lainnya dikenai sanksi pencabutan izin ekspor, yakni perusahaan bauksit PT Gunung Bintan Abadi.

Adapun, kelima perusahaan yang diberi sanksi pencabutan ekspor sementara adalah PT Surya Saga Utama (Nikel), PT Genba Multi Mineral (Nikel), PT Modern Cahaya Makmur (Nikel), PT Integra Mining Nusantara (Nikel) dan PT Lobindo Nusa Persada (Bauksit).

Menurut Yunus, hingga saat ini belum ada satu pun perusahaan yang melaporkan progres pembangunan smelter. Alhasil, sanksi tersebut masih berlaku untuk keenam perusahaan tersebut. "Mereka belum mengajukan dan tidak mempercepat progres smelter, sehingga tidak ada perubahan, berarti ekspor masih tetap dihentikan," katanya.

Yunus, menuturkan, perusahaan yang dikenai sanksi tersebut bisa kembali mendapatkan izin ekspor asalkan kembali mengajukan permohonan. Hal itu juga harus terlebih dulu disertai laporan pembangunan smelter yang telah diverifikasi oleh verifikator independen dengan progres yang memenuhi target.

Yunus pun tak menampik, dengan adanya pembangunan smelter yang tersendat ini, target 60 smelter IUP OPK pada tahun 2022 bisa tidak tercapai. "Bagi yang tidak serius akan berguguran, kita akan revisi lagi," ungkapnya.

Namun, sambung Yunus, hal tersebut tidak akan menganggu skema hilirisasi yang telah ditargetkan pemerintah. Sehingga, Yunus menegaskan bahwa pada tahun 2022, relaksasi ekspor mineral mentah (ore) tetap akan dicabut. "Yang paling penting per Januari 2022 berhenti lah ekspor (ore), jadi itu tidak akan mengganggu," kata Yunus.

Ia pun menegaskan, meski ada smelter yang belum rampung pada tahun 2022, namun kewajibannya masih tetap melekat sehingga pembangunan smelter harus terus dilanjutkan. "Misal sampai 2022 progresnya baru 90%, belum beroperasi. Ya tetap kewajibannya, dia harus menyelesaikan, sampai itu izin ekspornya dicabut," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×