Reporter: Pamela Sarnia | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk berupaya memperkuat jalur distribusi di luar gerai pulsa maupun telepon seluler (ponsel). Meskipun kontribusi jalur penjualan non gerai telekomunikasi itu belum besar, prospeknya ke depan diprediksi sangat besar.
Jalur distribusi non gerai telekomunikasi tersebut bisa sangat beragam. "Sekarang kami berubah, tukang bakso dan driver GoJek pun kami ajak dagang pulsa," ujar Tan Lie Pin, Direktur Utama PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk di Jakarta, Rabu (15/6).
Tujuan manajemen Tiphone adalah lebih dekat menjangkau konsumen. Dengan cara jemput bola, mereka yakin bisa meraup pendapatan lebih. Lewat kerjasama dengan GoJek saja misalnya, Tiphone menargetkan pendapatan Rp 200 miliar per bulan.
Selain itu, Tiphone ingin merangkul reseller alias penjual ulang lebih banyak. Mereka ingin 250.000 reseller saat ini, menjadi 300.000 reseller pada akhir tahun 2016.
Selain berburu reseller fisik, Tiphone juga mengembangkan penjualan lewat dua jalur lain. Pertama, jalur e-commerce atawa modern channel. Setelah bekerjasama dengan Lazada.co.id dan Blibli.com, mereka berniat bekerjasama dengan Blanja.com.
Tiphone merasa perlu menjajakan produk di situs e-commerce lain meskipun sudah memiliki e-commerce sendiri bernama telesindoshop.com. Manajemen perusahaan beralasan, trafik marketplace lain tadi lebih tinggi ketimbang situs milik sendiri.
Namun begitu, Tiphone tak bermaksud meninggalkan telesindoshop.com. Mereka tetap berniat membesarkan situs tersebut supaya bisa memberikan nilai tambah bisnis.
Lagi pula, sistem penjualan lewat jalur e-commerce lebih efisien ketimbang gerai fisik. Tiphone menghitung, mereka lebih hemat dari sisi biaya distribusi.
Jual-beli di dunia maya juga menguntungkan konsumen. Misalnya saja, konsumen lebih mudah mengisi ulang pulsa mereka kapan saja. Namun memang, prospek jalur penjualan e-commerce belum berbanding lurus dengan pendapatan. Manajemen Tiphone melihat, konsumen masih butuh waktu untuk beradaptasi dengan jalur e-commerce.
Maka dari itu, manajemen Tiphone hanya menargetkan pertumbuhan penjualan lewat modern channel sebesar 2%-3% saja. "Kontribusinya masih nol koma lah kalau dibandingkan pendapatan keseluruhan," terang Tan.
Jalur penjualan kedua, yakni lewat perbankan. Tiphone menjajakan produk lewat jalur ini sejak Oktober tahun lalu. Sejumlah bank swasta telah mereka gandeng.
Ponsel mid high laris
Perlu diketahui, sejauh ini penjualan voucher dan kartu perdana menjadi pendapatan utama Tiphone. Pada kuartal I-2016 misalnya, penjualan voucher dan kartu perdana tercatat Rp 4,69 triliun atau 74,80% terhadap total pendapatan neto Rp 6,27 triliun. Sisa kontribusi pendapatan berasal dari penjualan ponsel dan jasa perbaikan.
Namun, pada kuartal II-2016 ini, Tiphone memperkirakan geliat penjualan ponsel tak kalah ketimbang penjualan voucher. Alasan mereka, penjualan ponsel biasanya laris selama Ramadan. "Apalagi penjualan handset mid high," ungkap Meijaty Jawidjaja, Direktur PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk.
Prediksi Tiphone, penjualan ponsel selama Ramadan bisa naik sampai 10% sedangkan penjualan voucher bisa mendaki hingga 15%. Lantas, target pendapatan pada semester I-2016 yakni memenuhi 50% dari target pendapatan sepanjang tahun 2016.
Asal tahu saja, sepanjang tahun ini, Tiphone berharap bisa membukukan pendapatan Rp 26,7 triliun. Proyeksi perusahaan tersebut, Rp 20,1 triliun berasal dari penjualan voucher pulsa dan kartu perdana. Barulah Rp 6,6 triliun sisanya berasal dari penjualan ponsel.
Samuel Kurniawan, Sekretaris Perusahaan PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk menambahkan, voucher pre-paid masih menjadi fokus utama bisnis voucher. "Karena kami yakin pre-paid voucher adalah produk yang sangat diminati penduduk," katanya.
Saat ini, Tiphone hanya mendistribusikan voucher pulsa keluaran PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) saja. Pasalnya, sejak Oktober tahun lalu PT XL Axiata Tbk memutus kontrak distribusi dengan Tiphone.
Namun begitu Tiphone belum berencana menambah kerjasama dengan operator telekomunikasi lain. "Kami tidak merasa kehilangan potensi pendapatan sebab jumlah pelanggan Telkomsel saja sudah memegang 55% pangsa pasar," tutur Meijaty.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News